Pengikut

Minggu, 15 Juni 2014

PENGERTIAN MAKNA, SISTEM TANDA, JENIS-JENIS MAKNA, DAN HUBUNGAN MAKNA DAN SISTEM TANDA BESERTA PEMBAGIANNYA

MAKALAH SEMANTIK
PENGERTIAN MAKNA, SISTEM TANDA, JENIS-JENIS MAKNA, DAN HUBUNGAN MAKNA DAN SISTEM TANDA BESERTA PEMBAGIANNYA


Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Semantik


Dosen Pembimbing :
Widodo

oleh
Nurul Wijiasih
2601411047


PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA JAWA
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2013


DAFTAR ISI


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah

Bahasa merupakan sistem komunikasi yang amat penting bagi manusia.  Sebagai suatu unsur yang dinamik, bahasa senantiasa dianalisis dan dikaji dengan menggunakan perbagai pendekatan.
Kata semantik berasal dari bahasa Yunani sema yang artinya tanda atau lambang. “Semantik” pertama kali digunakan oleh seorang filolog Perancis bernama Michel Breal pada tahun 1883. Kata semantik kemudian disepakati sebagai istilah yang digunakan untuk  bidang  linguistik yang mempelajari tentang tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang ditandainya.  Oleh karena itu, kata semantik dapat diartikan sebagai ilmu tentang makna atau tentang arti, yaitu salah satu dari tiga tataran analisis bahasa: fonologi, gramatika, dan semantik.
Semantik membahas bagaimana tanda berhubungan referennya atau apa yang diwakili suatu tanda titik semiotika menggunakan dua dunia, yaitu dunia benda dan dunia tanda dan menjelasakan hubungan keduanya.

B.     Rumusan Penulisan
1. Bagaimana pengertian makna.
2. Bagaimana sistem tanda.
3. Bagaimana jenis-jenis makna.
4. Bagaimana hubungan makna dan sistem tanda beserta pembagiannya. 

C.    Tujuan Masalah
1. mendeskripsikan pengertian makna.
2. mendeskripsikan sistem tanda.
3. mendeskripsikan jenis-jenis makna.
4. mendeskripsikan hubungan makna dan sistem tanda beserta pembagi




BAB II
PEMBAHASAN


1.      Pengertian Makna
Menurut teori yang dikembangkan dari pandangan Ferdinand de Saussure, makna adalah ’pengertian’ atau ’konsep’ yang dimiliki atau terdapat pada sebuah tanda-linguistik. Menurut de Saussure, setiap tanda linguistik terdiri dari dua unsur, yaitu (1) yang diartikan (signified) yaitu tidak lain dari pada konsep atau makna dari sesuatu tanda-bunyi. (2) mengartikan (signifier) adalah bunyi-bunyi yang terbentuk dari fonem-fonem bahasa yang bersangkutan. Dengan kata lain, setiap tanda-linguistik terdiri dari unsur bunyi dan unsur makna. Kedua unsur ini adalah unsur dalam-bahasa (intralingual) yang biasanya merujuk atau mengacu kepada sesuatu referen yang merupakan unsur luar-bahasa(ekstralingual).
Makna adalah bagian yang tidak terpisahkan dari semantik dan selalu melekat dengan  apa saja yang kita tuturkan. Pengertian dari makna sendiri sangatlah beragam

2.      Aspek-Aspek Makna
Aspek-aspek makna dalam semantik menurut Mansoer Pateda ada empat hal, yaitu :
a.       Pengertian (sense)
Pengertian disebut juga dengan tema. Pengertian ini dapat dicapai apabila pembicara dengan lawan bicaranya atau antara penulis dengan pembaca mempunyai kesamaan bahasa yang digunakan atau disepakati bersama. Lyons (dalam Mansoer Pateda, 2001:92) mengatakan bahwa pengertian adalah sistem hubungan-hubungan yang berbeda dengan kata lain di dalam kosakata.

b.      Nilai rasa (feeling)
Aspek makna yang berhubungan dengan nilai rasa berkaitan dengan sikap pembicara  terhadap hal yang dibicarakan. Dengan kata lain, nilai rasa yang berkaitan dengan makna adalah kata-kata yang berhubungan dengan perasaan, baik yang berhubungan dengan dorongan maupun penilaian. Jadi, setiap kata mempunyai makna yang berhubungan dengan nilai rasa dan setiap kata mempunyai makna yang berhubungan dengan perasaan.


c.       Nada (tone)
Aspek makna nada menurut Shipley( dalam Mansoer Pateda, 2001:94). adalah sikap pembicara terhadap lawan bicara.  Aspek nada berhubungan pula dengan aspek makna yang bernilai rasa. Dengan kata lain, hubungan antara pembicara dengan pendengar akan menentukan sikap yang tercermin dalam kata-kata yang digunakan.

d.      Maksud (intention)
Aspek maksud menurut Shipley (dalam Mansoer Pateda, 2001: 95) merupakan maksud senang atau tidak senang, dan efek usaha keras yang dilaksanakan.

3.      Jenis-Jenis Makna
Menurut Chaer, makna dapat dibedakan berdasarkan beberapa kriteria dan sudut pandang
a.       Makna Leksikal dan Makna Gramatikal
Leksikal adalah bentuk adjektif yang diturunkan dari bentuk nomina leksikon. Satuan dari leksikon adalah leksem, yaitu satuan bentuk bahasa yang bermakna. Kalau leksikon kita samakan dengan kosa kata atau perbendaharaan kata, maka leksem dapat kita persamakan dengan kata. Dengan demikian, makna leksikal dapat diartikan sebagai makna yang bersifat leksikon, bersifat leksem, atau bersifat kata. Lalu, karena itu, dapat pula dikatakan makna leksikal adalah makna yang sesuai dengan referennya, makna yang sesuai dengan hasil observasi alat indera, atau makna yang sungguh-sungguh nyata dalam kehidupan kita (Chaer, 1994).

b.      Makna Referensial dan Nonreferensial
Perbedaan makna referensial dan makna nonreferensial berdasarkan ada tidak adanya referen dari kata-kata itu. Bila kata-kata itu mempunyai referen, yaitu sesuatu di luar bahasa yang diacu oleh kata itu, maka kata tersebut disebut kata bermakna referensial. Kalau kata-kata itu tidak mempunyai referen, maka kata itu disebut kata bermakna nonreferensial. Kata meja termasuk kata yang bermakna referensial karena mempunyai referen, yaitu sejenis perabot rumah tangga yang disebut ’meja’. Sebaliknya kata karena tidak mempunyai referen, jadi kata karena termasuk kata yang bermakna nonreferensial.


c.       Makna Denotatif dan Konotatif
Makna denotatif pada dasarnya sama dengan makna referensial sebab makna denotatif lazim diberi penjelasan sebagai makna yang sesuai dengan hasil observasi menurut penglihatan, penciuman, pendengaran, perasaan, atau pengalaman lainnya. Jadi, makna denotatif ini menyangkut informasi-informasi faktual objektif. Oleh karena itu, makna denotasi sering disebut sebagai ’makna sebenarnya’(Chaer, 1994). Umpamanya kata perempuan dan wanita kedua kata itu mempunyai dua makna yang sama, yaitu ’manusia dewasa bukan laki-laki’.
Sebuah kata disebut mempunyai makna konotatif apabila kata itu mempunyai ”nilai rasa”, baik positif maupun negatif. Jika tidak memiliki nilai rasa maka dikatakan tidak memiliki konotasi. Makna konotatif dapat juga berubah dari waktu ke waktu. Misalnya kata ceramah dulu kata ini berkonotasi negatif karena berarti ’cerewet’, tetapi sekarang konotasinya positif.

d.      Makna Kata dan Makna Istilah
Setiap kata atau leksem memiliki makna, namun dalam penggunaannya makna kata itu baru menjadi jelas kalau kata itu sudah berada di dalam konteks kalimatnya atau konteks situasinya. Berbeda  dengan kata, istilah mempunyai makna yang jelas, yang pasti, yang tidak meragukan, meskipun tanpa konteks kalimat. Oleh karena itu sering dikatakan bahwa istilah itu bebas konteks. Hanya perlu diingat bahwa sebuah istilah hanya digunakan pada bidang keilmuan atau kegiatan tertentu. Perbedaan antara makna kata dan istilah dapat dilihat dari contoh berikut
(1) Tangannya luka kena pecahan kaca.
(2) Lengannya luka kena pecahan kaca.
Kata tangan dan lengan pada kedua kalimat di atas adalah bersinonim atau bermakna sama. Namun dalam bidang kedokteran kedua kata itu memiliki makna yang berbeda. Tangan bermakna bagian dari pergelangan sampai ke jari tangan; sedangkan lengan adalah bagian dari pergelangan sampai ke pangkal bahu.

e.        Makna Konseptual dan Makna Asosiatif
Makna konseptual adalah makna yang dimiliki oleh sebuah leksem terlepas dari konteks atau asosiasi apa pun. Kata kuda memiliki makna konseptual ’sejenis binatang berkaki empat yang biasa dikendarai’. Jadi makna konseptual sesungguhnya sama saja dengan makna leksikal, makna denotatif, dan makna referensial.
Makna asosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah leksem atau kata berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan sesuatu yang berada di luar bahasa. Misalnya, kata melati berasosiasi dengan sesuatu yang suci atau kesucian.

f.       Makna Idiomatikal dan Peribahasa
Idiom adalah satuan ujaran yang maknanya tidak dapat ”diramalkan” dari makna unsur-unsurnya, baik secara leksikal maupun secara gramatikal.  Ada dua macam dalam bentuk bahasa Indonesia yaitu idiom penuh dan idiom sebagian.
Berbeda dengan idiom, peribahasa memiliki makna yang masih dapat ditelusuri atau dilacak dari makna unsur-unsurnya karena adanya ”asosiasi” antara makna asli dengan maknanya sebagai peribahasa

g.      Makna kias
Dalam kehidupan sehari-hari, penggunaan istilah arti kiasan digunakan sebagai oposisi dari arti sebenarnya. Oleh karena itu, semua bentuk bahasa (baik kata, frase, atau kalimat) yang tidak merujuk pada arti sebenarnya (arti leksikal, arti konseptual, atau arti denotatif) disebut mempunyai arti kiasan. Jadi, bentuk-bentuk seperti puteri malam dalam arti ’bulan’, raja siang dalam arti ’matahari’.

h.      Makna lokusi, ilokusi dan perlokusi
Dalam kajian tindak tutur dikenal adanya makna lokusi, ilokusi dan perlokusi. Makna lokusi adalah makna seperti yang dinyatakan dalam ujaran, makna harfiah, atau makna apa adanya. Makna ilokusi adalah makna seperti yang dipahami oleh pendengar. Sebaliknya yang dimaksud dengan makna perlokusi adalah makna seperti yang diinginkan oleh penutur.






4.      Makna dalam Sistem Tanda dan Pembagiannya
a.       Teori tanda
Teori tanda dikembangkan oleh seorang pemikir Amerika, Pairce pada abad ke-18. Banyak cara mengklasifikasikan atau mengelompokan tanda. Berdasarkan sumber atau asal-usul tanda dibagi menjadi tiga jenis yaitu :
·         Tanda yang ditimbulkan oleh alam yang diketahui manusia karena pengalaman. Misalnya :
hari mendung adalah tanda akan segera turun hujan.
·         Tanda yang ditimbulkan oleh binatang yang diketahui oleh masnusia dari suara binatang Misalnya : ayam berkokok adalah tanda hari mulai pagi
·         Tanda yang ditimbulkan oleh manusia baik bersifat verbal maupun nonverbal Tanda dapat pula dibedakan berdasarkan indera yang digunakan sebagai dasar acuan. Berdasarkan hal ini kita mengenal tiga jenis tanda yaitu : •Auditif •Visual •Audio visual
Tanda berbeda dengan lambang atau simbol, tanda hubungan yang langsung dengan kenyataan, sedangkan lambang atau simbol tidak memiliki hubungan langsung dengan kenyataan.

b.      Unsur tanda
Ada dua unsur dasar dalam sistem tanda yang secara langsung memiliki hubungan dengan konsep atau makna yaitu:
·         Signifiant
Unsur abstrak yang terwujud dalam lambang atau simbol
·         Signifikator
Makna dalam lambang atau simbol mampu mengadakan penjulukan Antara konsep dan lambang terdapat hubungan timbal balik. Hubungan antara konsep dengan acuan (objek) bersifat searah. Acuan atau objek memberikan stimulus kepada pemakai lambang atau penutur sehingga memiliki konsep, sedangkan hubungan antara lambang dengan acuan bersifat arbiter setiap lambang atau simbol yang berupa kata mempunyai konsep.

c.       Jenis-jenis tanda
·         Tanda (sign)
Tanda selain dipakai sebagai istilah generic dari semua yang termasuk kajian semiotika juga sebagai salah satu dari unsur spesifik kajian semiotika itu, adalah sesuatu yang dapat menandai atau mewakili ide, pikiran, perasaan, benda dan tindakan secara langsung dan alamiah.
·         Lambang (symbol)
Lambang (symbol) tidak bersifat langsung dan alamiah. Lambang menandai sesuatu yang lain secara konvensional, tidak secara alamiah dan langsung. Misalnya, kalau di mulut gang ada bendera kuning,(entah terbuat dari kertas atau kain). Maka kita klan tahu di daerah itu ada orang meninggal. Karena secara konvensional bendera kuning dijadikan tanda adanya kematian
·         Sinyal (signal)
Yang dimaksud dengan sinyal adalah tanda yang disengaja dibuatoleh si pemberi sinyal agar si penerima sinyal melakukan sesuatu. Jadi sinyal ini dapat dikatakan bersifat imperative. Misalnya letusan pistol dalam lomba lari. Letusan pistol yang ditembakan dengan sengaja merupakan sinyal bagi pelari yang ikut berlomba untuk melakukan tindakan.
·         Gerak isyarat (gesture)
Gerak isyarat (gesture) adalah tanda yang dilakukan dengan gerakan anggota badan, dan tidak bersifat imperative seperti pada sinyal. Gerak isyarat ini mungkin merupakan tanda mingkin juga merupakan symbol. Misalnya seekor kucing merendahkan tubuhnya dengan pandangan lurus kedepan, lalu bergerak mundur seddikit, itu adalah tanda bahwa dia lapar.
·         Gejala
Gejala adalah suatu tanda yang tidak disengaja, yang dihasilkan tampa maksud, tetapi alamiah untuk menunjukan atau mengungkapkan bahwa sesuatu akan terjadi. Gejala tidak menunjukan sesuatu yang sudah atau sedang terjadi, tetapi yang kan terjadi. Misalnya seseorang menderita demam selama beberapa hari lalu ia pergi ke dokter. Dokter berkata ‘ini gejala tifus”. Penyakit tifusnya itu belumlah terjadi.
·         Ikon
Ikon adalah tanda yang paling mudah dipahami karena kemiripannya dengan sesuatu yang diwakili. Karena itu, ikon juga sering disebut gambar dari wujud yang diwakilinya. Misalnya patung R.A Kartini yang terbuat dari batu atau logam bisa merupakan ikon karena patung itu mewakili R.A Kartini.
·         Indeks
Indeks adalah tanda yang menunjukan adanya sesuatu yang lain. Seperti asap yang menunjukan adanya api, suara gemuruh air yang menunjukan adanya sun gai atau air terjun.

·         Kode
Kode adalah hampir sama dengan gerak isyarat, hanya bedanya isyarat gerakan anggota badannya Nampak, sedangkan kode hanya kepada orang yang dituju saja yang diberi tahu.
























BAB III
PENUTUP


A. SIMPULAN

Makna bahasa khususnya makna kata, terpengaruh oleh berbagai konteks. Makna kata dapat dibangun dalam kaitannya dengan benda atau objek di luar bahasa. Dalam konsepsi ini, kata berperan sebagai label atau pemberi nama pada benda-benda atau objek-objek yang berada di alam semesta. Makna kata juga dapat dibentuk oleh konsepsi atau pembentukan konsepsi yang terjadi dalam pikiran pengguna bahasa. Proses pembentukannya berkait dengan pengetahuan atau persepsi penggunaan bahasa tersebut terhadap fenomena, benda atau peristiwa yang terjadi di luar bahasa. Dalam konteks ini,  penggunaan bahasa akan tidak sama dalam menafsirkan makna kata karena persepsi dan konsepsi mereka berbeda terhadap suatu kata. Maka fungsi bahasa itu tidak akan berjalan dengan lancar.
Makna adalah suatu bentuk kebahasaan yang harus dianalisis dalam batas-batas unsur-unsur penting situasi di mana penutur mengujarnya. Makna merupakan hubungan antara bahasa dengan bahasa luar yang disepakati bersama oleh pemakai bahsa sehingga dapat saling dimengerti. Batasan tentang pengertian makna sangat sulit ditentukan karena setiap pemakai bahasa memiliki kemampuan dan cara pandang yang berbeda dalam memaknai sebuah ujaran atau kata.
Setiap hari, kita terpapar sistem tanda yang senantiasa mengepung kita, yang menghipnotis kita untuk melakukan sesuatu sesuai yang diinginkan orang-orang di balik semua tanda. Ambil contoh televisi dan surat kabar yang begitu memiliki peranan penting dalam menentukan cara kita memandang dunia. Melalui berita yang dimuatnya, kita mempercayai adanya suatu peristiwa sebagaimana yang mereka katakan. Melalui iklan, kita dibuat untuk berpikir bahwa kita membutuhkan semua produk yang diiklankan demi memenuhi imaji yang mereka bentuk atas diri kita. Melalui program yang ditayangkan atau artikel yang dimuatnya, kita digiring untuk berpikir seperti mereka, dan merasa salah bila kita memiliki pemikiran yang berbeda.




DAFTAR PUSTAKA


Chaer, Abdul. 1994. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
.
Pateda, Mansoer. 2001. Semantik Leksikal. Jakarta: Rineka Cipta.
Press
www.google.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar