MAKALAH SEMANTIK
PENGERTIAN MAKNA, SISTEM TANDA, JENIS-JENIS MAKNA, DAN HUBUNGAN MAKNA DAN
SISTEM TANDA BESERTA PEMBAGIANNYA
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Semantik
Dosen Pembimbing :
Widodo
oleh
Nurul Wijiasih
2601411047
PENDIDIKAN BAHASA DAN
SASTRA JAWA
FAKULTAS BAHASA DAN
SENI
UNIVERSITAS NEGERI
SEMARANG
2013
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Bahasa merupakan
sistem komunikasi yang amat penting bagi manusia. Sebagai suatu
unsur yang dinamik, bahasa senantiasa dianalisis dan dikaji dengan menggunakan
perbagai pendekatan.
Kata semantik berasal
dari bahasa Yunani sema yang artinya tanda atau lambang. “Semantik”
pertama kali digunakan oleh seorang filolog Perancis bernama Michel Breal pada
tahun 1883. Kata semantik kemudian disepakati sebagai istilah yang digunakan
untuk bidang linguistik yang mempelajari tentang
tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang ditandainya. Oleh karena
itu, kata semantik dapat diartikan sebagai ilmu tentang makna atau tentang
arti, yaitu salah satu dari tiga tataran analisis bahasa: fonologi, gramatika,
dan semantik.
Semantik membahas
bagaimana tanda berhubungan referennya atau apa yang diwakili suatu tanda titik
semiotika menggunakan dua dunia, yaitu dunia benda dan dunia tanda dan
menjelasakan hubungan keduanya.
B.
Rumusan Penulisan
1. Bagaimana pengertian makna.
2. Bagaimana sistem tanda.
3. Bagaimana jenis-jenis makna.
4. Bagaimana hubungan makna dan sistem
tanda beserta pembagiannya.
C.
Tujuan Masalah
1. mendeskripsikan pengertian makna.
2. mendeskripsikan sistem tanda.
3. mendeskripsikan jenis-jenis makna.
4. mendeskripsikan hubungan makna dan
sistem tanda beserta pembagi
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian Makna
Menurut teori yang
dikembangkan dari pandangan Ferdinand de Saussure, makna adalah ’pengertian’
atau ’konsep’ yang dimiliki atau terdapat pada sebuah tanda-linguistik. Menurut
de Saussure, setiap tanda linguistik terdiri dari dua unsur, yaitu (1) yang diartikan
(signified) yaitu tidak lain dari pada konsep atau makna dari sesuatu
tanda-bunyi. (2) mengartikan (signifier) adalah bunyi-bunyi yang terbentuk dari
fonem-fonem bahasa yang bersangkutan. Dengan kata lain, setiap tanda-linguistik
terdiri dari unsur bunyi dan unsur makna. Kedua unsur ini adalah
unsur dalam-bahasa (intralingual) yang biasanya merujuk atau mengacu
kepada sesuatu referen yang merupakan unsur luar-bahasa(ekstralingual).
Makna adalah bagian
yang tidak terpisahkan dari semantik dan selalu melekat dengan apa
saja yang kita tuturkan. Pengertian dari makna sendiri sangatlah beragam
2.
Aspek-Aspek Makna
Aspek-aspek makna dalam semantik menurut
Mansoer Pateda ada empat hal, yaitu :
a.
Pengertian (sense)
Pengertian disebut juga dengan tema.
Pengertian ini dapat dicapai apabila pembicara dengan lawan bicaranya atau
antara penulis dengan pembaca mempunyai kesamaan bahasa yang digunakan atau
disepakati bersama. Lyons (dalam Mansoer Pateda, 2001:92) mengatakan bahwa
pengertian adalah sistem hubungan-hubungan yang berbeda dengan kata lain di
dalam kosakata.
b.
Nilai rasa (feeling)
Aspek makna yang berhubungan dengan
nilai rasa berkaitan dengan sikap pembicara terhadap hal yang
dibicarakan. Dengan kata lain, nilai rasa yang berkaitan dengan makna adalah
kata-kata yang berhubungan dengan perasaan, baik yang berhubungan dengan
dorongan maupun penilaian. Jadi, setiap kata mempunyai makna yang berhubungan
dengan nilai rasa dan setiap kata mempunyai makna yang berhubungan dengan
perasaan.
c.
Nada (tone)
Aspek makna nada menurut Shipley( dalam
Mansoer Pateda, 2001:94). adalah sikap pembicara terhadap lawan
bicara. Aspek nada berhubungan pula dengan aspek makna yang bernilai
rasa. Dengan kata lain, hubungan antara pembicara dengan pendengar akan
menentukan sikap yang tercermin dalam kata-kata yang digunakan.
d.
Maksud (intention)
Aspek maksud menurut Shipley (dalam
Mansoer Pateda, 2001: 95) merupakan maksud senang atau tidak senang, dan efek
usaha keras yang dilaksanakan.
3.
Jenis-Jenis Makna
Menurut Chaer, makna
dapat dibedakan berdasarkan beberapa kriteria dan sudut pandang
a.
Makna Leksikal dan Makna Gramatikal
Leksikal adalah bentuk
adjektif yang diturunkan dari bentuk nomina leksikon. Satuan dari leksikon
adalah leksem, yaitu satuan bentuk bahasa yang bermakna. Kalau leksikon kita
samakan dengan kosa kata atau perbendaharaan kata, maka leksem dapat kita
persamakan dengan kata. Dengan demikian, makna leksikal dapat diartikan sebagai
makna yang bersifat leksikon, bersifat leksem, atau bersifat kata. Lalu, karena
itu, dapat pula dikatakan makna leksikal adalah makna yang sesuai dengan
referennya, makna yang sesuai dengan hasil observasi alat indera, atau makna
yang sungguh-sungguh nyata dalam kehidupan kita (Chaer, 1994).
b.
Makna Referensial dan Nonreferensial
Perbedaan makna
referensial dan makna nonreferensial berdasarkan ada tidak adanya referen dari
kata-kata itu. Bila kata-kata itu mempunyai referen, yaitu sesuatu di luar
bahasa yang diacu oleh kata itu, maka kata tersebut disebut kata bermakna
referensial. Kalau kata-kata itu tidak mempunyai referen, maka kata itu disebut
kata bermakna nonreferensial. Kata meja termasuk kata yang
bermakna referensial karena mempunyai referen, yaitu sejenis perabot rumah
tangga yang disebut ’meja’. Sebaliknya kata karena tidak
mempunyai referen, jadi kata karena termasuk kata yang
bermakna nonreferensial.
c.
Makna Denotatif dan Konotatif
Makna denotatif pada
dasarnya sama dengan makna referensial sebab makna denotatif lazim diberi
penjelasan sebagai makna yang sesuai dengan hasil observasi menurut
penglihatan, penciuman, pendengaran, perasaan, atau pengalaman lainnya. Jadi,
makna denotatif ini menyangkut informasi-informasi faktual objektif. Oleh
karena itu, makna denotasi sering disebut sebagai ’makna sebenarnya’(Chaer,
1994). Umpamanya kata perempuan dan wanita kedua
kata itu mempunyai dua makna yang sama, yaitu ’manusia dewasa bukan laki-laki’.
Sebuah kata disebut
mempunyai makna konotatif apabila kata itu mempunyai ”nilai rasa”, baik positif
maupun negatif. Jika tidak memiliki nilai rasa maka dikatakan tidak memiliki
konotasi. Makna konotatif dapat juga berubah dari waktu ke waktu. Misalnya
kata ceramah dulu kata ini berkonotasi negatif karena berarti
’cerewet’, tetapi sekarang konotasinya positif.
d.
Makna Kata dan Makna Istilah
Setiap kata atau
leksem memiliki makna, namun dalam penggunaannya makna kata itu baru menjadi
jelas kalau kata itu sudah berada di dalam konteks kalimatnya atau konteks
situasinya. Berbeda dengan kata, istilah mempunyai
makna yang jelas, yang pasti, yang tidak meragukan, meskipun tanpa konteks
kalimat. Oleh karena itu sering dikatakan bahwa istilah itu
bebas konteks. Hanya perlu diingat bahwa sebuah istilah hanya digunakan pada
bidang keilmuan atau kegiatan tertentu. Perbedaan antara makna kata dan istilah
dapat dilihat dari contoh berikut
(1) Tangannya luka
kena pecahan kaca.
(2) Lengannya luka
kena pecahan kaca.
Kata tangan dan lengan pada
kedua kalimat di atas adalah bersinonim atau bermakna sama. Namun dalam bidang
kedokteran kedua kata itu memiliki makna yang berbeda. Tangan bermakna
bagian dari pergelangan sampai ke jari tangan; sedangkan lengan adalah
bagian dari pergelangan sampai ke pangkal bahu.
e.
Makna Konseptual dan Makna
Asosiatif
Makna konseptual
adalah makna yang dimiliki oleh sebuah leksem terlepas dari konteks atau
asosiasi apa pun. Kata kuda memiliki makna konseptual ’sejenis
binatang berkaki empat yang biasa dikendarai’. Jadi makna konseptual
sesungguhnya sama saja dengan makna leksikal, makna denotatif, dan makna
referensial.
Makna asosiatif adalah
makna yang dimiliki sebuah leksem atau kata berkenaan dengan adanya hubungan
kata itu dengan sesuatu yang berada di luar bahasa. Misalnya, kata melati berasosiasi
dengan sesuatu yang suci atau kesucian.
f.
Makna Idiomatikal dan Peribahasa
Idiom adalah satuan
ujaran yang maknanya tidak dapat ”diramalkan” dari makna unsur-unsurnya, baik
secara leksikal maupun secara gramatikal. Ada dua macam dalam bentuk
bahasa Indonesia yaitu idiom penuh dan idiom sebagian.
Berbeda dengan idiom,
peribahasa memiliki makna yang masih dapat ditelusuri atau dilacak dari makna
unsur-unsurnya karena adanya ”asosiasi” antara makna asli dengan maknanya sebagai peribahasa
g.
Makna kias
Dalam kehidupan
sehari-hari, penggunaan istilah arti kiasan digunakan sebagai oposisi dari arti
sebenarnya. Oleh karena itu, semua bentuk bahasa (baik kata, frase, atau
kalimat) yang tidak merujuk pada arti sebenarnya (arti leksikal, arti
konseptual, atau arti denotatif) disebut mempunyai arti kiasan. Jadi,
bentuk-bentuk seperti puteri malam dalam arti ’bulan’, raja
siang dalam arti ’matahari’.
h.
Makna lokusi, ilokusi dan perlokusi
Dalam kajian tindak tutur dikenal adanya makna lokusi, ilokusi dan
perlokusi. Makna lokusi adalah makna seperti yang dinyatakan dalam ujaran,
makna harfiah, atau makna apa adanya. Makna ilokusi adalah makna seperti yang
dipahami oleh pendengar. Sebaliknya yang dimaksud dengan makna perlokusi adalah
makna seperti yang diinginkan oleh penutur.
4.
Makna dalam Sistem
Tanda dan Pembagiannya
a.
Teori
tanda
Teori
tanda dikembangkan oleh seorang pemikir Amerika, Pairce pada abad ke-18. Banyak
cara mengklasifikasikan atau mengelompokan tanda. Berdasarkan sumber atau
asal-usul tanda dibagi menjadi tiga jenis yaitu :
·
Tanda
yang ditimbulkan oleh alam yang diketahui manusia karena pengalaman. Misalnya :
hari mendung adalah
tanda akan segera turun hujan.
·
Tanda
yang ditimbulkan oleh binatang yang diketahui oleh masnusia dari suara binatang
Misalnya : ayam berkokok adalah tanda hari mulai pagi
·
Tanda
yang ditimbulkan oleh manusia baik bersifat verbal maupun nonverbal Tanda dapat
pula dibedakan berdasarkan indera yang digunakan sebagai dasar acuan.
Berdasarkan hal ini kita mengenal tiga jenis tanda yaitu : •Auditif •Visual
•Audio visual
Tanda
berbeda dengan lambang atau simbol, tanda hubungan yang langsung dengan
kenyataan, sedangkan lambang atau simbol tidak memiliki hubungan langsung
dengan kenyataan.
b.
Unsur
tanda
Ada dua unsur dasar
dalam sistem tanda yang secara langsung memiliki hubungan dengan konsep atau
makna yaitu:
·
Signifiant
Unsur
abstrak yang terwujud dalam lambang atau simbol
·
Signifikator
Makna
dalam lambang atau simbol mampu mengadakan penjulukan Antara konsep dan lambang
terdapat hubungan timbal balik. Hubungan antara konsep dengan acuan (objek)
bersifat searah. Acuan atau objek memberikan stimulus kepada pemakai lambang
atau penutur sehingga memiliki konsep, sedangkan hubungan antara lambang dengan
acuan bersifat arbiter setiap lambang atau simbol yang berupa kata mempunyai
konsep.
c.
Jenis-jenis tanda
·
Tanda (sign)
Tanda selain dipakai
sebagai istilah generic dari semua yang termasuk kajian semiotika juga sebagai
salah satu dari unsur spesifik kajian semiotika itu, adalah sesuatu yang dapat
menandai atau mewakili ide, pikiran, perasaan, benda dan tindakan secara
langsung dan alamiah.
·
Lambang (symbol)
Lambang (symbol) tidak
bersifat langsung dan alamiah. Lambang menandai sesuatu yang lain secara
konvensional, tidak secara alamiah dan langsung. Misalnya, kalau di mulut gang
ada bendera kuning,(entah terbuat dari kertas atau kain). Maka kita klan tahu
di daerah itu ada orang meninggal. Karena secara konvensional bendera kuning
dijadikan tanda adanya kematian
·
Sinyal (signal)
Yang dimaksud dengan
sinyal adalah tanda yang disengaja dibuatoleh si pemberi sinyal agar si
penerima sinyal melakukan sesuatu. Jadi sinyal ini dapat dikatakan bersifat
imperative. Misalnya letusan pistol dalam lomba lari. Letusan pistol yang
ditembakan dengan sengaja merupakan sinyal bagi pelari yang ikut berlomba untuk
melakukan tindakan.
·
Gerak isyarat
(gesture)
Gerak isyarat
(gesture) adalah tanda yang dilakukan dengan gerakan anggota badan, dan tidak
bersifat imperative seperti pada sinyal. Gerak isyarat ini mungkin merupakan
tanda mingkin juga merupakan symbol. Misalnya seekor kucing merendahkan
tubuhnya dengan pandangan lurus kedepan, lalu bergerak mundur seddikit, itu
adalah tanda bahwa dia lapar.
·
Gejala
Gejala adalah suatu
tanda yang tidak disengaja, yang dihasilkan tampa maksud, tetapi alamiah untuk
menunjukan atau mengungkapkan bahwa sesuatu akan terjadi. Gejala tidak
menunjukan sesuatu yang sudah atau sedang terjadi, tetapi yang kan terjadi.
Misalnya seseorang menderita demam selama beberapa hari lalu ia pergi ke
dokter. Dokter berkata ‘ini gejala tifus”. Penyakit tifusnya itu belumlah
terjadi.
·
Ikon
Ikon adalah tanda yang
paling mudah dipahami karena kemiripannya dengan sesuatu yang diwakili. Karena
itu, ikon juga sering disebut gambar dari wujud yang diwakilinya. Misalnya
patung R.A Kartini yang terbuat dari batu atau logam bisa merupakan ikon karena
patung itu mewakili R.A Kartini.
·
Indeks
Indeks adalah tanda
yang menunjukan adanya sesuatu yang lain. Seperti asap yang menunjukan adanya
api, suara gemuruh air yang menunjukan adanya sun gai atau air terjun.
·
Kode
Kode
adalah hampir sama dengan gerak isyarat, hanya bedanya isyarat gerakan anggota
badannya Nampak, sedangkan kode hanya kepada orang yang dituju saja yang diberi
tahu.
BAB III
PENUTUP
A. SIMPULAN
Makna bahasa khususnya makna kata, terpengaruh oleh berbagai konteks. Makna
kata dapat dibangun dalam kaitannya dengan benda atau objek di luar bahasa.
Dalam konsepsi ini, kata berperan sebagai label atau pemberi nama pada
benda-benda atau objek-objek yang berada di alam semesta. Makna kata juga dapat
dibentuk oleh konsepsi atau pembentukan konsepsi yang terjadi dalam pikiran
pengguna bahasa. Proses pembentukannya berkait dengan pengetahuan atau persepsi
penggunaan bahasa tersebut terhadap fenomena, benda atau peristiwa yang terjadi
di luar bahasa. Dalam konteks ini, penggunaan bahasa akan tidak sama
dalam menafsirkan makna kata karena persepsi dan konsepsi mereka berbeda
terhadap suatu kata. Maka fungsi bahasa itu tidak akan berjalan dengan lancar.
Makna adalah suatu bentuk kebahasaan yang harus dianalisis dalam
batas-batas unsur-unsur penting situasi di mana penutur mengujarnya. Makna
merupakan hubungan antara bahasa dengan bahasa luar yang disepakati bersama
oleh pemakai bahsa sehingga dapat saling dimengerti. Batasan tentang pengertian
makna sangat sulit ditentukan karena setiap pemakai bahasa memiliki kemampuan
dan cara pandang yang berbeda dalam memaknai sebuah ujaran atau kata.
Setiap hari, kita terpapar sistem tanda yang senantiasa mengepung kita,
yang menghipnotis kita untuk melakukan sesuatu sesuai yang diinginkan
orang-orang di balik semua tanda. Ambil contoh televisi dan surat kabar yang
begitu memiliki peranan penting dalam menentukan cara kita memandang dunia.
Melalui berita yang dimuatnya, kita mempercayai adanya suatu peristiwa
sebagaimana yang mereka katakan. Melalui iklan, kita dibuat untuk berpikir
bahwa kita membutuhkan semua produk yang diiklankan demi memenuhi imaji yang
mereka bentuk atas diri kita. Melalui program yang ditayangkan atau artikel
yang dimuatnya, kita digiring untuk berpikir seperti mereka, dan merasa salah
bila kita memiliki pemikiran yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul. 1994. Pengantar
Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Chaer, Abdul.
2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
.
Pateda, Mansoer.
2001. Semantik Leksikal. Jakarta: Rineka Cipta.
Press
www.google.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar