“PENGANTAR
LINGUISTIK”
Jilid
pertama
Cetakan
ke : 20
Penerbit
: gajah mada university press
1995
PROF.DR.J.W.M.VERHAAR
BAB
I
APAKAH
LINGUISTIK ITU?
1. Mengenai
namanya
Linguisti
berarti ‘ilmu bahasa’. Kata ‘linguistik’ berasal dari kata latin lingua
‘bahasa’.
Ferdinant
de Saussure, seorang sarjan Swiss, dianggap sebagai pelopor lingguistik modern.
Bukunya Cours de linguistique generale (1916) sangat
terkenal dan dianggap sebagai dasar lingguistik modern. Oleh sebab itu,
beberapa istilah Saussure diterima umum sebagai istilah resmi, misalnya langage,
langue, dan parole. Langage berarti bahasa pada umumnya, seperti
dalam ucapan “manusia mempunyai bahasa, binatang tidak mempunyai bahasa”.
Langue selalu berarti bahasa tertentu. Kata parole berarti logat, ucapan, perkataan.
2. Mengapa
“umum”?
Ilmu
linguisti sering pula disebut “linguistik umum”. Artinya linguistrik tidak
hanya menyelidiki suatu langue tertentu tanpa memperhatikan ciri-ciri bahasa
lain. Para sarjana linguistik tidak hanya mempelajari ‘langue’ saja, tapi juga
tenpatnya didalam “langage”.Pendeknya, linguistik harus umum.
3. Linguistik
sebagai ilmu pengetahuan spesifik
Semua
menyelidiki bahasa bukannya “sebagai bahasa”, melainkan bahasa sebagai
manifestasi dari sesuatu yang lain. Yang spesifik dalam ilmu linguistik ialah
bahwa penyelidikan menyangkut bahasa ‘sebagai bahasa’. Prinsip tersebut memang
sangat diakui namun secara praktis sering terdapat perbedaan pendapat mengenai
apa yang menjadi kekhususan ilmu linguistik, hal itu disebabkan oleh karena
adanya banyak pertindihan diantara masing-masing ilmu pengetahuan empiris dan
filsafat. Yang penting bagi kita sekarang adalah mengingat bahwa prinsip tadi
dianggap berlaku umum.
4. Mengenai
obyek linguistik
Yang
jelas sampai sekarang adalah bahwa obyek linguistik itu adalah bahasa. Akan
tetapi pengertian kata ‘bahasa’ itu belum tentu jelas. Oleh kerena itu, perlu
kita batasi sebagai berikut
a. “Bahasa“
dalampengertian kiasan misalnya dalam ucapan “bahasa dansa” “bahasa alam” dan
lain sebagainya.
b.
“Bahasa”
dalam pengertian harafiah. Kita harus membedakan langage, langue, dan parole.
Dalam
pengertian (b) sajalah bahasa itu menjadi objek linguistik. Disamping itu kita
juga membedakan bahasa lisan dan bahasa tulisan. Bahasa lisan merupakan objek
primer ilmu linguistik, dan bahasa tulisan merupakan bahasa sekunder ilmu
linguistik.
Akhirnya
kita perlu bertanya bagaimana ‘langage’, ‘langue’, dan ‘parole’ dibedakan
sebagai objek linguistik. Parole merupakan objek konkret untuk ahli linguistik,
langue adalah objek yang sudah sedikit lebih abstrak, dan yang paing abstrak
adalah langage.
BAB II
BEBERAPA
BIDANG ILMU DALAM LINGUISTIK
1. Pembagian
linguistik atas berbagai bidang
Semua
cabang ilmu pengetahuan terbagi atas bidang-bidan “bawahan”. Dewasa ini tidak
ada persetujuan diantara ahli linguistik bagaiman pembagian bidang-bidangnya.
Diantara bidang yang dibedakan kita jumpai linguistik antropologis, lingiuistik
sosiologois atau sosiolinguistik, linguistik komputasionil, dll.
Disini
hanya akan diuraikan bidang-bidang dalam linguistik saja, yaitu bidang-bidang
fonetik, fonologi, morfologi dan sintaksis. Sebelum itu akan dijelaskan
mengenai perbedaan antara linguistik sinkronis dan dan diakronis, serta
perbedaan antara tatabahasa (gramatikal) dan bendaharaan kata (leksikon).
2. Linguistik
sinkronis dan linguistik diakronis
Kedua
istilah itu berasal dari Saussure. Linguistik diakronis adalah penyelidikan
tentang perkembangan suatu bahasa. Perkembangan suatu bahasa dapat terjadi
sedemikian rupa sehingga setelah beberapa abad timbullah beberapa bahasa yang
benar-benar berlainan, karena variasi-variasi dari bahasa itu saling menjauhkan
diri.
Lain
lagi dengan linguistik sinkronis, bahasa dianalisa tanpa memperhatikan
perkembangan yyang terjadi pada masa lampau. Yang tampak pada analisis sinkronis
adalah apa yang lazim disebut “struktur”.
3.
Analisa
leksikal dan analisa gramatikal.
Menurut sistematiknya, dalam setiap bahasa dapat
dibedakan antara tatabahasa atau ggramatika bahasa itu dan pembendaharaan kata
atau leksikon dalam bahasa yang sama. Oleh sebab itu, analisa tatabahasa atau
analis a gramatikal dibedakan dari analisa leksikon, atau leksikologi, atau
analisa leksikal.
Maka dari itu dalam semantik (analisa makna) lazim
dibedakan pula antara semantik gramatikal dan semantik leksikal. Pembedaan
tersebut dewasa ini banyak dipersoalkan.
4. Fonetik,
fonologi, morfologi, sintaksis
Selain
dari leksikon, sistematik setiap bahasa meliputi empat taraf “hierarkis” lagi,
yaitu fonetik, fonlogi, morfologi, dan sintaksis. Yang tertinggi dalam hierarki
adalah morfologi dan skintaksis, disebut tatabahasa atau gramatika.
Fonetik
atau ilmu bunyi yang menyelidiki bunyi bagaumana terdapat dalam parole atau
sebagaimana terdapat didalamnya. Fonetik menyelidiki bunyi-bunyi bahasa menurut
perbedaan diantaranya tanpa memperhatikan segi “fungsionil” dari perbedaan
tersebut, edangkan fonologi menyelidiki bunyi bahasa hanya menurut segi
fungsionilnya saja. Sebagai contoh dalam bahasa indonesia perbedaan antara /r/
dan /l/ adalah perbedaan antar-fonem. Sedangkan dalam bahasa Jepang perbedaan
antara [r] dan [l] adalah perbedaan fonetis saja.
Morfologi
atau tatabentuk menganalisa bagian-bagian kata. Misalnya dalam bahasa indonesi
kata “terduduk” teriri atas morfem “ter” dan morfem ”duduk”. Morfem itu disebut
satuan gramatikal yang terkecil dalam sistematik bahasa.
5. Semantik
Sematik
adalah cabang sistematik bahasa yang menyelidiki makna atau arti. Perbedaan
antara leksikon dan gramatikal menyebabkan bahwa dalam semantik itu kita
bedakan pula antara semantik leksikal dan semantik gramatikal. Mengenai
semantik leksikal tidak perlu kita uraikan banyak, sebuah kamus merupakan
contoh yang tepat dari semantik leksikal, makna tiap-tiap kata diuraikan
disitu. Semantik gramatikal lebih sulit dianalisa. Memeang menurut perbedaan antara
kedua taraf gramatika, yaitu morfoologi da sintaksis, maka masuk akal kita
bedakan anatara semantik sintaksis dan morfologis. Padahal tidak semua bagian
sintaksis dapat dikatakan bermakna, sedangkan dalam hal morfem-morfem tertentu
maknanya sering sulit dianalisa.
Yang
penting sekarang ialah kita sadari bahhwa semantik itu tidak merupkan taraf.
Ada semanttik pada taraf leksikon, dan gramatika. Fonetik itu sama sekali tidak
ada hubungannya dengan semantik, sedangkan pada taraf fonologi harus dikatakan
bahwa fonem-fonem memang tidak bermakna.
6. Linguistik
teoritis dan linguistik terapan
Linguistik
sebagai ilmu pengetahuan membutuhkan suatu teori yang konsekwen, sesuai teori
linguistis.
Linguistik dapat dimanfaatkanpula untuk masalah praktis
diluar linguistis itu sendiri. Misalnya bagaimana mengatasi kesulitan dalam
pengajaran suatu bahasa asing? Kesulitan kesulitan tersebut untuk sebagian
tidak menyangkut bahasa tetapi mialnya umur siswa, motivasinya, kemampuan untuk
menghafalkan bahan-bahan, dls. Masalah semacam itu jelas termasuk ppsikologi
belajar, psikologi perkembangan dan pendagogik. dipihak lain, linguistikpun
dapat dipakai untuk memudahkan soal-soal
tadi. Lalu linguistik itu menjadi linguistik terapan, ilmu linguistik dan teori
linguistik itu dikerjakan bukan demi teori itu sendiri, melainkan hanya sejauh
menolong untuk mengatasi kesulitan tadi. Istilah Inggris untuk
linguistik terapan adalah applie lingustics, dan dibedakan dari theoretical
linguistics itu.
BAB III
FONETIK
1. Jenis
fonetik
Fonetik
adalah penyelidikan bunyi-bunyi bahasa, tanpa memperhatikan fungsinya untuk
membedakan makna.
Fonetik
ada 3 jenis : (a) akustik, (b) auditoris, (c) organis. Fonetik akutis
menyelidiki bunyi bahasa menurut aspek-aspek fifisnya sebagai getaran udara.
Fonetik auditoris adalah penyelidikan mengenai cara penerimaan bunyi-bunyi
bahasa oleh telinga. Dan fonetik organus menyelidiki bagaimana bunyi-bunyi bahasa
dihasilkan dengan alat-alat bicara.
2. Alat-alat
bicara
Hal
pertama yang perlu diuraikan dalam fonetik organis ialah alat-alat bicara.
a. Paru-paru
b. Batang
tenggorokan
c. Pangkal
tenggorokan
d. Pita-pita
suara
e. Rongga
kerongkongan
f. Akar
lidah
g. Pangkal
lidah
h. Tengah
lidah
i.
Daun lidah
j.
Ujung lidah
k. Anak
tekak
l.
Langit-langit
lunak, langit-langit tekak
m. Langit-langit
keras
n. Lengkung
kaki, gigi, gusi
o. Gigi
atas
p. Gigi
bawah
q. Bibir
atas
r.
Bibir bawah
s. Mulut
t.
Rongga mulut
u. Hidung
v. Rongga
hidung
Bila
istilah-istilah ini dipakai dalam bentuk kata sifat, maka biasanya kita pinjam
kata sifat itu dari bentuk latinnya. Untuk memudahkan penggunaan istilah
semacam itu, dibawah ini disebutkan beberapa istilah yang paling sering dipakai
:
a.
Pangkal tenggorokan – laringal
b. Rongga tenggorokan – faringal
c.
Pangkal lidah – dorsal
d. Tengah
lidah –dorsal
e. Daun
lidah – laminal
f. Ujung
lidah – apical
g. Anak
tekak – uvular
h. Langit-langit
lunak – velar
i.
Langit-langit keras – palatal
j.
Lengkung kaki gigi, gusi – alveolar
k. Gigi
– dental
l.
Bibir – labial
m. Rongga
mulut – oral
n. Rongga
hidung – nasal
3. Cara
bekerja alat-alat bicara
Udara dipompakan dari paru-paru, melalui batang
tenggorokan yang didalamnya terdapat pita-pita suara. Pita suara itu harus
terbuka untuk memungkinkan arus udara keluar melalui kedua-duanya. Karena dalam
batang tenggorokan untuk arus udara tidak ada jalan lain. Apabila udara keluar
tanpa mengalami hambatan disana-sini, kita tidak mendengar apa-apa, bunyi
bahasa hanya bila arus udara terhalang oleh alat bicara tertentu. Beberapa
hambatan yang terjadi :
a. Antara
pita-pita suara; yang dihasilkan adalah bunyi bersuara
b. Antara
akar lidah dan dinding belakang rongga kerongkongan, yang dihasilkan adalah
bunyi faringal; missal [h]
c. Antara
pangkal lidah dan anak tekak, hasilnya bunyi uvular; misalnya [r]
d. Antara
pangkal lidah dan langit-langit lunak, hasilnya adalah dorsovelar; misalnya [k,
g, η, X]
e.
Antara
tengah-tangah dan langit-langit keras, hasilnya bunyi medio-laminal; missal [ʃ,
ʒ, t, d]
f. Antara
daun lidah dan langit-langit keras, hasilnya bunyi lamino-alveolar; missal [s,
z]
g. Antara
ujung lidah dan langit-langit keras, hasilnya bunyi apiko-palatal; missal [ḍ]
dalam kata jawa dhateng
h. Antara
ujung lidah dan lengkung kaki gigi, hasilnya bunyi apiko-alveolar; missal [t,
d]
i.
Antara ujung lidah dan gigi atas,
hasilnya bunyi apiko-dental; misal [ϴ] dalam kata Inggris thin
j.
Antara gigi atas dan bibir bawah,
hasilnya bunyi labio-dental; missal [f, v]
k. Antara
bibir atas dan bibir bawah, hasilnya bunyi dwibibir atau bilabial; missal p, b,
w]
4. Konsonan
dan vocal
Kita
harus membedakan bunyi konsonan dan bunyi vocal. Dalam mengucapkan vocal
terjadilah aluran sempit antara pita suara dan tidaka ada halangan lain
ditempat yang lain pada waktu yang sama. Alur sempit antara pita suara tadi
menyebabkan pita itu bergetar, dan getaran itu menyebabkan pita itu bergetar,
dan getaran itu menyebabkan udara yang keluar bergetar pula. Maka dari itu,
semua vocal merupakan bunyi bersuara.
Konsonan
ada yang bersuara, yang terjadi bila ada alur sempit diantara pita suara. Dan
ada yang tak bersuara yang terjadi bila tempat artikulasi yang bersangkutan
sajalah yang merupakan alur sempit sedang pita suara itu terbuka agak lebar.
Selain
dari bunyi vocal dan konsonan kita juga mengenal apa yang disebut bunyi
“semi-vokal”. Bunyi semi-vokal yaitu [j], [w]. sebenarnya termasuk konsonan
seperti [m] dan [I] dalam posisi tertentu mirip vocal-bunyi demikian menjadi silabis.
5. Beberapa
jenis konsonan
Menurut
cara pengucapannyadapat kita bedakan konsonanan sebagai berikut :
a. Bunyi
letupan (splosives, stops), yaitu bunyi yang dihasilkan dengan menghambat arus
udara sama sekali ditempat artikulasi tertentu secara tiba-tiba, sesudahnya
alat-alat bicara ditempat artikulasi tersebut dilepaskan kembali.
b. Semua
bunyi yang bukan letupan lazimnya disebut “kontinuan’’ (continuans). Bunyi
kontinuan itu meliputi beberapa jenis, yaitu sengau, sampingan, paduan, geseran
dan aliran jenis-jenis ini akan diuraikan sekarang.
c. Bunyi
sengau (nasal), yaitu bunyi yang dihasilkan dengan menutup arus udara keluar
melalui rongga mulut tetapi membuka jalan agar dapat keluar melalui rongga
hidung. Antara kedua bibir hasilnya [m]; antara ujung lidah dan ceruk hasilnya
buyi [n]; antara pangkal lidah dan langit-langit lunak hasilnya [η]. Semuanya
itu dapat dirasakan.
d. Bunyi
sampingan (laterals), yaitu bunyi yang dihasilkan dengan menghalangi arus udara
sehingga keluar melalui sebuah atau biasanya keluar melalui sisi lidah. Tempat
artikulasi dalah antara ujung lidah dan lengkung kaki gigi. Hasilnya (I)
e. Bunyi paduan atau afrikat dihasilkan dengan
menghambat arus udara disalah satu tempat artikulasi dimana juga bunyi letupan
diartikulasikan, lalu dilepaskan secara “frikatif”. Artinya eksplosinya yerjadi
sedemikian rupa sehingga pada tempat artikulasi suatu alura sempit
dipertahankan, hasilnya bunyi geseran sebagai bagian kedua dari bunyi afrikatif
itu. Contoh : (t, s), (ʒ)
f. Bunyi
geseran atau frikatif adalah bunyi yang dihasilkan oleh alur yang amat sempit
sehingga sebagian besar arus udara terhambat. Penghambatan dapat terjadi antara
pangkal lidah dan anak tekak [r]; antara daun lidah dan langit-langit
keras [s], [z]; anatara gigi atas dan bibir bawah [f], [v]; antara ujung lidah
dan gigi atas [ϴ].
g. Bunyi
geletar (trills) adalah bunyi yang dihasilkan dengan mengartikulasikan ujung
lidah pada lengkung kaki gigi, segera melepaskannya dan segera lagi mengartikulasikannya.
Misalnya bunyi [r].
h. Bunyi
alir (liquids), yaitu bunyi yang dihasilkan dengan terbentuknya alur sempit
antara pita-pita suara dengan tempat artikulasi sedemikian rupa sehingga alur
sempit yang kedua tidak ada. Tempat artikulasi dapat terjadi diantara bibir,
hasilnya bunyi [m], diantara ujung lidah dan ceruk, hasilnya bunyi [n], atau
antara pangkal lidah dan langit-langit lunak [η].
i.
Bunyi kembar atau geminat (geminates)
yaitu konsonan yang terjadi dengan memperpanjangkannya kalau bunyi itu sesuatu
yang kontinuan atau dengan memperpanjang waktu antara implosi dan eksplosi
dalam hal bunyi letupan. Misalnya cappa [kapa].
6. Semi
vocal
Kualitas semi vocal ditentukan tidak hanya oleh tempat
artikulasi tetapi juga oleh bangun mulut atau sikap mulut. Misalnya
vocal [j].
7. Beberapa
jenis vocal
Ada
beberapa cara-cara untuk menggolongkan bunyi-bunyi vocal :
a. Menurut
posisi lidah membentuk ruang resonansi, vocal-vokal digolongkan atas: vocal
depan (front vowels), vocal tengah (central vowels) dan vukal belakang (back
volwels). Vokal depan dihasilkan dengan menggerakkan bagian depan dan bagian
belakang lidah kearah langit-langit, sehingga terbebtuklah suatu rongga menjadi
ruang resonansi antara bagian depan lidah dan langit-langit, misalnya [e].
vocal tengah dihasilkan dengan menggerakkan bagian depan dan bagian belakang
lidah kearah langut-langit, sehinnga terbentuklah suatu ronnga menjadi ruang
resonansi diantara bagian tengah lidah
dan langit-langit, misalnya bunyi [ə]. Vocal belakang dihasilkan dengan
menggerakkan bagian depan lidah kearah langit-langit sehingga terbentuklah
suatu rongga sebagai resonansi antara bagian lidah dan langit-langit, misalnya vocal [o].
b. Menurut
posisi tinggi rendahnya lidah, vocal digolongkan atas vocal tinggi, vocal
madya, dan vocal rendah. Tinggi rendahnya tergantung dari lidah terhadap
langit-langit. Sebagai contoh dari vocal rendah [a]; dari vocal madya [e]; dan
vocal tinggi [i].
c. Menurut
peranan bibir, dapat kita bedakan antara vocal bundar, dan vocal tak bundar.
Contoh dari vocal bundar adalah [u]; dan vocal tak bundar adalah [i].
d. Menurut
lamanya pengucapan vocal dengan mempertahankan posisi alat-alat bicara yang
sama, vocal dapat kita golongkan atas vocal panjang, dan vikal pendek. Lamanya itu
sendiri disebut kwantitas ‘quantity’
e. Menurut
peranan rongga hidung kita bedakan anta vocal sengau (nasal) dan vocal mulut
(oral)
8. Vocal
rangkap dua
Selain
dari penggolongan diatas, kita juga mengenal beberapa vocal yang dikenal
sebagai vocal rangkap dua atau diftong. Vocal rangkap dua terdiri dari dua
bagian, yang pertama dengan posisi lidah lain dibandingkan dengan posisinya
pada yang kedua. Nmun yang dihasilkan dengan cara tersebut bukan dua vocal,
karena terdapat dalam satu suku kata. Bila ada dua vocal yaitu satu terdapat
dalam satu suku kata dan yang kedua dalam suku kata yang berikutnya, maka tidak
ada vocal rangkap dua.
Contoh
dari diftong: [au], dalam kata Indonesia kalau, tetapi [a]+[u] dalam kata
Indonesia daun, adalah contoh dari dua vokal “tunggal” saja.
Diftong-diftong
sering dibedakan menuruttinggi rendahnya dari unsur-unsurnya, yaitu antar
diftong yang “naik” dan diftong yang “turun”. Dalam bahasa Indonesia hanya ada
diftong yang naik. Dan yang turun terdapat dalam kata Inggris ear dan
moor.
9. Klasifikasi
Vokal tunggal
Vocal-vokal
tunggal (simple vowels) dapat diklasifikasikan dengan memperhatikan tinggi
rendahnya dan posisinya dari belakang ke depan. Menurut para ahli fenotik vocal
yang paling tinggi adalah yang paling depan pula, dan yang peling kebelakang
adalah yang paling rendah pula.
10. Suku
kata (silabe)
Suku
kata, atau silabe (inggris syllable kata sifatnya syllabic, kata sifat
Indonesia “silabis”) adalah satuan ritmik terkecil dalam arus ujaran. Puncak
ritme atau irama itu sama dengan penyaringan atau sonoritas (inggris sonority)
yaitu pantulan suara yang dihasilkan, yang dimumgkinkan oleh adanya ruang
resonansi (resonansi chamber). Sonoritas dihasilkan oleh perbanyakan sumber
bunyi akibat pemantulan tadi.
Puncak
silabe (syllabic sound, atau silable peak) biasanya adalah buyi vocal, oleh
karena bunyi vokallah yang paling banyak memanfaatkan rongga mulut dan hidung
dan kerongkongan sebagai ruang resonansi, sehingga ruang resonansi lainnya
paling banyak dimanfaatka pula. Tetapi
puncak silabe dapat juga terdiri dari
semi-vokal, maupun konsonan kontinuan apa saja.
11. Titinada
Dari
sudut fonetik akustik semua bunyi adalah getaran udara, dan makin tinggi
frekwensi getaran itu, makin tinggi nada bunyi.nada bunyi bahasa yang paling
mudah ditangkap oleh alat pendengar ialah nada bunyi yang dihasilkan dengan
pembentukan alur sempit antar pita-pita suara, dan frekwensi getaran udara yang
ditimbulkannya ditentukan pleh frekwensi getaran pita-pita suara.
Salah satu variasi titinada yang menyertai seluruh
kalimat, atau bagian dari kalimat, adalah intonasi (intonation) atau lagu
(melody).
Demi gampangnya analisa intonasi,, maka para ahli fonetik
dan fonologi memakai istilah seperti: nada “tinggi” (high), “rendah” (low),
“sedang” (mid); atau tinggi rendahnya dibedakan menurut angka sja, misalnya
angka 1 sampai dengan angka 4.
12. Tekanan
dan aksen
Tekanan
dan aksen sulit sekalio dibedakan. Kesulitan tersebut terdapat dari sudut-sudut
istilah, dan terdapat pula dalam fakta-fakta yang dinamai oleh istilah-itilah tersebut.
Atau dengan perkataan lain, kesulitan tadi untuk sebagian adalah terminologis
saja (“terminology”=peristilahan), dan untuk sebagian berupa faktis, yaitu
menyangkut fakta-fakta. Kesulitan terminologis belum dipecahkan oleh para ahli
fenotik dan fonologi.
Istilah
“tekanan” kita pakai untuk yang dinamai sebagai “amplotido” dalam ilmu alam
(dari kata latin amplitudo “lebarnya”). Amplitudo adalah “lebarnya” getaran
udara. Tingginya frekwensi netral terhadap amplitude masing-masing getaran.
Tekana
seperti halnya dengan nada, adalah relative, tidak absolute. Bila sebagian dari
suatu tuturan diucapkan dengan suara yang lebih kuat daripada kuatnya suara
dalam bagian lain-lainnya dalam tuturan tersebut perbedaan relative itu
memadai. Ucapan dengan amplitude yang lebih besar dinamakan “tekanan kontras”.
Dewasa
ini para ahli menduga bahwa aksen nada lebih berhubungan dengan panjangnya
bunyi silabis, dan bahwa aksen tekan lebih berhubungan dengan sonoritas silabe.
13. Asimilasi
fonetis
Yang
dimaksud dengan asimilasi ialah saling pengaruh yang terjadi antara bunyi yang
berdampingan atau yang berdekatan.
Sebagai
contoh sederhana asimilasi fonetis kita ambil bunyi [t] dalam bahasa inggris,
yang biasanya diucapkan secara apiko-alveolar, tetapi bila terdapat sebelum
bunyi [s] maka menyesuaikan diri dengan artikulasi lamino-alveolar bunyi [s]
tersebut, menjadi lamino-alveolar sendiri [t] dalam kata “stop” misalnya.
BAB
IV
FONOLOGI
1. Fonologi
sebagai analisa bunyi secara
“fungsionil”
Fonologi
sebagai bidang khusus dalam linguistik itu mengamati bunyi-bunyi suatu bahasa
tertentu menurut fungsinya untuk membedakan makna leksikal dalam bahasa
tersebut. Sesuatu bunyi yang mempunyai fungsi untuk membedakan kata dari kata
yang lain disebut sebuah fonem. Dengan perkataan lain fonologi dapat
didefinisikan sebagai penyelidikan tentang peran minimal.
2. Penafsiran
ekafonem dan penafsiran dwifonem
Adakalanya
menggolongkan bunyi tertentu kedalam fonem tertentu dapat kita hadapi kesulitan
khusus. Misalnya apakah harus kita tafsirkan bunyi [dʒ] pada kata Inggris
bridge sebagai satu fonem “afrikat” atau dua fonem. Kedua macam penafsiran
dalam fonologi masing-masing disebut penafsiran “ekafonem” dan penafsiran
“dwifonem”.
3. Variasi
alofonemis
Anggota dari suatu fonem disebut alofon. Suatu alofon
adalah salah satu cara konkret mengucapkan sesuatu fonem.
4. Asimilasi
fonemis
Berbeda dari asimilasi fonetis, asimilasi fonemis
menyebabkan suatu fonem menjadi fonem yang lain. Misalnya fonem /v/ dari kata
vis diubah menjadi fonem yang lain yaitu /f/.
5. Beberapa
jenis asimilasi fonemis
Asimilasi
fonemis dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu progresif, regresif, dan
resiprokal. Asimilasi regresif dan progresif sudah diuraikan pada bab III.
Sedangkan asimilasi resiprokal adalah akibat saling pengaruh antara dua fonem
yang berurutan, uang menyebabkan kedua fonem menjadi fonem yang lain dari
semula.
6. Asimilasi
fonemis dalam beberapa bahasa
Terjadi
tidaknya berbagai jenis asimilasi fonemis tergantung dari struktur bahasa
masing-masing. Sedangkan asimilasi fonetis sangant umum dalam semua bahasa
didunia. Namun asimilasi fonemis sangat berbeda antara bahasa-bahasa.
7. Asimilasi
dan modifikasi vocal
Pada
perubahan vocal yang terjadi dalam kata Belanda “hanje”, dibandingkan dengan
kata “hand”, perubahan tersebut berdasarkan artikulasi. Jadi penyesuaian bunyi
berdasarkan cara menghasilkannya jadi asimilasi. Pada waktu yang sama,
asimilasi tersebut tidak mengubah fonem, dan fonem yang sama dipertahankan.
Maka dari itu, disini ada asimilasi fonetis.
Asimilasi
semacam itu sering disebut “umlaut”, “umlaut” adalah kata jerman yang berarti
berubahan vocal.
8. Netralisasi
dan akrifonem
Netralisasi selalu mengandung perpindahan identitas
fonem, yaitu sesuatu fonem menjadi fonem yang lain. Yang lebih penting dalam
hal netralisasi ialah apakah batalnya oposisi yang bersangkutan dapat ditandai
secara fonemis. Dalam tulisan fonemis, para ahli fonologi pernah mengusulkan
pemakaian tanda huruf besar untuk menyatakan fonem mana yang menjadi batal.
9.
Beberapa
perubahan fonemis selain dari asimilasi dan modifikasi vocal
a. Hilangnya
bunyi dan kontraksi
Hilangnya
bunyi dan kontraksi oleh beberapa ahli fonologi ditafsirkan sebagai salah satu
kemungkinan asimilasi. Hal itu hanya merupakan terminologis saja. Misalnya
dalam kata silahkan/silakan, fonem /x/ dapat dipakai boleh juga tidak. Biasanya
fenomena ini tidak disebut “variasi bebas”, melainkan “hilangnya bunyi”.
b. Disimilasi
Bila
asimilasi terjadi karena sebuah bunyi berubah untuk menyesuaikan diri dengan
bunyi lain, maka disimilasi terjadi bila dua bunyi yang sama karena berdekatan
letaknya berubah menjadi tak sama. Misalnya dalam kata Indonesia “berajar”
dihindarkan karana dalam ‘ajar’ sudah ada /r/, jadi tidak terdapat lagi dalam
prefix ber-, yang /r/nya disimilasikan dengan /r/ dari ajar menjadi konsonan
tak sama dengannya, yaitu /I/.
c. metatesis
metasis
adalah perubahan bunyi lain. Metasis terjadi bila sebuah bunyi bertukar tempat
dengan bunyi lain. Contoh brantas di samping brantas, jalur di samping lajur,
kerikil di samping kelikir. Metatesis ini bersifat sinkronis dan sebagai
sesuatu hal “variasi bebas”.
10.
fonem-fonem suprasegmental
Fonem
suprasegmental adalah fonem-fonem yang sudah diuraikan karena dapat
disegmentasikan sebagi segmen yang terkecil. Dalam bahasa ada bunyi-bunyi
tertentu yang tidak berupa segmental, artinya yang terdapat sekaligus dengan
satu sillabe, atau malah dengan sejumlah silabe, atau frase, suatu kalimatpun.
Yak dimaksud adalah (a) titinada yang terdapat pada sillabe dan dengan cara
yang membedakan makna (b) titinada yang bervariasi dan terdapat pada suatu
kalimat atau bagian kalimat, yaitu intonasi (c) tekanan yang terdapat pada
suatu bagian kalimat, kecil atau panjang, (d) aksen yang terdapat pada suku
kata tertentu dalam suatu kata.
(a) Titinada
sebagai pembeda makna leksikal
Selain
dari pemakaian suatu variasi nada dalam ujaran untuk menghasilkan intonasi
tertentu, titinada juga merupakan relevansi khusus untuk unsur leksikal (untuk
kata). Contoh dapat disebutkan bahasa-bahasa Tiong-Hoa, bahasa Muang Thai, dan
beberapa bahasa indian di Meksiko.
(b) Titinada
dalam intonasi
Intonasi
dapat menyatakan suatu modus penutur, contoh bahwa ia marah, atau kecewa, atau
kurang sabar. Bila intonasi menyatakan sesuatu modus penutur yang tak ada
hubungannya dengan apa yang dinyatakan dalam kalimat yang diberi intonasi itu,
contoh adikmu menang dalam pertandingan, bila si pengujar mengucapkannya dengan intonasi yang
jelas menyatakan kekecewaannya atas kemenangan tersebut (kecewa entah karena
apa, mis karena iri hati) maka intonasi tersebut jelas fonetis saja. Tetapi
bila kalimat itu diberi intonasi yang menyatakan entusiasme dari pengujar,
tidak begitu mudah menentukan apakah intonasi itu fonetis atau fonemis.
(c) Tekanan
Tekanan
tidak sama dengan aksen, bila tidak kita perhatikan entah nada entah aksen yang
disertainya, terdiri dari lebarnya getaran udara saja. Contoh saya mau pergi ke
Buru, bukan ke Boro. Kalimat itu untuk mencegah adanya salah tangkap, dan untuk
menciptakan kontras antara kata buru dan boro kedua kata itu akan diucapkan
lebih keras. Tekanan bersifat fonemis.
(d) Aksen
Aksen
sebagai pembeda makna leksikal dalam bahasa. Contohnya dalam bahasa inggris
kata /’impo:rt/ import ‘barang yang di impor’ (tanda ‘ dipaki untuk
melambangkan aksen, dan diletakkan di depan silabe yang diberi aksen) dibedakan
dari kata /’impo:rt/ import ‘mengimpor’ han ya dengan aksen saja.
BAB V
MORFOLOGI
1. Morfologi
itu apa?
Morfologi
adalah bidang linguistik yang mempelajari susunan bagian-bagian kata secara
gramatikal karena setiap kata juga dapat dibagi atas segmen yang terkecil yang
disebut fonem itu, tetapi fonem-fonem itu tidak harus berupa morfem. Contohnya
kata medan terdiri atas lima fonem dan satu morfem.
2. Morfem
bebas dan terikat, dasar dan imbuhan, kontinu dan diskontinu
Morfem
bebas dapat “berdiri sendiri”, yaitu bisa terdapat sebagai suatu “kata”, sedang morfem terikat tidak terdapat sebagai
kata tetapi selalu dirangkaikan dengan satu atau lebih morfem yang lain menjadi
satu kata. Contoh dalam bahasa indonesia bentuk cinta, makan, dan satu adalah
morfem bebas, sedangkan kata ber- dalam kata bersatu atau memper- dalam kata
mempersatu terdapat sebagai bagian kata, merupakan morfem terikat.
Morfem-morfem
dibedakan sebagi morfem asal dan morfem imbuhan. Contoh dalam kata berlibur
morfem libur adalah morfem asal dan ber- adalam morfem imbuhan. Semua morfem
imbuhan adalah morfem terikat sedangkan morfem asal adalah morfem bebas.
Suatu
pembedaan penting dalam hal morfem terikat ada pula diantara morfem utuh
(continuous morpheme) dan morfem terbagi (discontinuous morpheme). Morfem
imbuhan terbagi terdapat bila bentuknya dibagi menjadi atau lebih bagian yang
berjauhan secara linear, contoh ber- sama dengan –kan merupakan satu morfem
(konfiks), jadi contoh berlandaskan terdiri dari dua morfem imbuhan terbagi,
yaitu ber- + -kan dan morfem asal yang utuh landas.
- Kata
dan struktrur morfemis kata
Kata teridiri dari satu morfem saja. Kata yang terdiri
lebih dari satu morfem disebut kata “polimorfemis”. Sebuah kata dapat terdiri
atas morfem asal + morfem asal dan struktur tersebut disebut kata majemuk,
contoh bumiputra, syahbandar, matahari.
- Variasi
alomorfemis
Variasi
alofonemis ditentukan atas dasar fonetis saja, dalam variasi alomorfemis
kaidah-kaidah alovoriasi itu tidak harus seluruhnya berdasarkan pengaruh bunyi,
variasi itu dapat berdasarkan kaidah yang lain tanpa dasar fonemis. Dua variasi
alomorfemis yaitu : (a) kaidah “morfofenemis”
(morphophonemic rules), dan (b) kaidah alorfemis yang lain
- Morfem,
morf dan alomorf
Morfem
berwujud abstrak. Morf sebetulnya tidak lain dari salah satu bentuk alomorfemis
dari suatu morfem, tetapi bentuk yang hendak dipilih dianggap mewakili secara
kongkrit morfem yang bersagkutn.
- Asimilasi
morfofonemis
Konsep
‘’asimilasi’’ dalam istilah ‘’asimilasi morfofenemis’’ lebih luas daripada asimilasi
fonetis dan asimilasi fonemis. Dalam asimilasi fonetis ada penyesuaian suatu
bunyi pada suatu bunyi lain, tetapi identitas fonem dipertahankan, jadi
perubahan yang bersangkutan terjadi sebagai variasi alofonemis saja. Asimilasi
morfofenemis terdapat pada batas morfem saja, dan sedemikian rupa sehingga satu
dari morfem yang berdampingan untuk konstituen fonemis.
- Beberapa
jenis morfem; proses morfemis
Kita
dapat membedakan morfem-morfem menurut proses mana yang dapat dihasilkan
dengannya, (a) afik;afiksasi (b) klitiks;klitisasi (c) modifikasi
intera;modifikasi intern (d) reduplikasi;reduplikasi (e) komposisi;komposisi.
- Afiksasi
Afiksasi
adalah penambahan afiks, selalu berupa morfem terikat dan dapat ditambahkan
pada awal kata (prefiks;prefix) dalam proses yang disebut prefikasi, pada akhir
kata (sufiks;suffix) alam proses disebut sufiksasi.
- KlitisasiIstilah
‘’klitika’’ (pro- dan –en) sering dipakai untuk menyebutkan kata-kata
singkat yang tidak beraksen oleh karena itu selalu harus ‘bersandar’ pada
suatu kata yang beraksen sebagai
konstituennya.
- Modifikasi intern
Modifikasi
intern(internal modification) adalah
perubahan vokal. Misalnya dalam bahasa inggris kata sing, sang, sung.
- Reduplikasi
Proses
reduplikasi terdapat dalam banyak sekali bahasa, meskipun dalam bahasa ‘’tipe’’
tertentu hampir tidak dijumpai. Konstituen yang dikenai reduplikasi dapat
morfofonemis, dapat polimorfemis juga : meja-meja, kebun-kebun, ancaman-ancama, perkecualian-perkecualian
disebut reduplikasi penuh. Reduplikasi dapat berupa pengulangan untuk sebagian
juga, contoh lelaki, Pepatah, pepohonan.
- Komposisi
Komposisi
adalah perangkaian bersama-sama dua morfem asal yang menghasilkan satu kata.
- Afiksasi dan paradigma
Dalam
ilmu linguistik ada dua pengertian mengenai paradigma (a) semua perubahan
afiksasi yang mempertahankan identitas kata (b) semua perubahan yang melampaui
batas kata. Contohnya terdapat mengajar, diajar, ajar, mengajarnya, diajarnya,
kuajar, kauajar, dan boleh dikatakan semua hasil afiksasi tersebut tidak meninggalkan
identitas kata, yang kita identifikasikan lazimnya dengan memilih bentuk yang
berawalan /me(N)/ dalam hal ini mengajar.
- Fleksi dan derivasi
Istilah
fleksi berarti semua perubahan paradigmatis yang dihasilkan dengan proses
morfemis manapun, entah dengan afiksai, modifikasi intern, entah dengan
reduplikasi parsial; variasi paradigmatis dengan reduplikasi penuh tridak
lazim. Derivasipun tidak harus terjadi dengan proses afiksasi saja, karena
modifikasi intern atau reduplikasi dapat dipakai juga.
- Produktifitas
Proses
morfemis dibagi atas yang produktif dan yang tidak produktif. Proses morfemis
dikatakan produktif bila dapat diterapkan pada konstituen yang tidak lazim,
atau belum pernah mengalaminya dan proses tersebut tidak produktif bila tidak
dapat diterapkan pada konstituen yang belum pernah mengalaminya.
- Beberapa istilah tambahan
Dalam
proses paradigmatis biasanya ada beberapa ‘’makna’’ yang dinyatakan oleh
perubahan paradigmatis itu. Contoh jumlah (number), orang (person),jenis
(gender), kala (tense), diatesis (voice atau diathesis), aspek (aspect), modus
(mood), kasus (case).
BAB VI
SINTAKSIS, FUNGSI, KATEGORI, PERAN
1. Sintaksis
itu apa ?
Kata
sintaksis berasal dari Yunani sun dengan tattein menempatkan istilah tersebut
secara etimologis berarti menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok
kata atau kalimat dan kelompok-kelompok kata menjadi kalimat.
2. Fungsi,
kategori, peran
Istilah
seperti ‘’subyek’’, ‘’predikat’’, ’’obyek’’, keterangan’’, sebagai fungsi,
istilah ‘’kata benda’’, ‘’kata kerja’’, ‘’kata sifat’’, ‘’kata depan’’, sebagai
kategori (kelas kata), sedangkan istilah seperti ‘’pelaku’’, ‘’penderita’’,
‘’penerima’’, ‘’aktif’’, ‘’pasif’’, ditentukan sebagai peran.
- Hubungan
antara tataran fungsi, tataran kategori, dan tataran peran
Pembedaan
antara fungsi dan peran menyebabkan kita simpulkan sesuatu yang penting : suatu
fungsi tidak ‘’berarti’’ apa-apa, suatu fungsi tidak bermakna. Fungsi-fungsi
itu sendiri tidak memiliki ‘’bentuk’’ tertentu, tetapi harus ‘’diisi’’ oleh
bentuk tertentu, yaitu suatu kategori. Fungsi-fungsi itu juga tidak memiliki
‘’makna’’ tertentu, tetapi harus ‘’diisi’’ oleh makna tertentu, yaitu peran.
Jadi setiap fungsi, dalam kalimat kongkrit, adalah tempat ‘’kosong’’, yang
harus ‘’diisi’’ oleh dua ‘’pengisi’’,
yaitu ‘’pengisi’’ kategorial (menurut bentuknya) dan ‘’pengisi’’ semantis (
menurut perannya).
- Catatan
mengenai ‘’pokok’’ dan ‘’sebutan’’
Dalam
teori linguistik sering ditemukan istilah inggris topic dan comment. Kata topic
diterjemahkan sebagai ‘’pokok’’ dan comment adalah ‘keterangan’. Pokok berarti
sesuatu yang tentangnya kita menyebutkan sesuatu, sedang sebutan itu adalah apa
yang kita sebutkan tentang poko tadi. Contoh, Ahmad sudah datang , yang
merupakan pokok ialah Ahmad lalu dalam kalimat ‘yang sudah datang ialah Ahmad’
yang merupakan sebutan ialah Ahmad.
- Fungsi
sintaksis; soal peristilahan
Perbedaan
terminologis yang ada dibagi menjadi empat, yaitu :
(a) Kalimat
dibagi atas subyek dan predikat; lalu predikat itu dibagi lebih lanjut lagi
atas predikat verbal, obyek, dan keterangan; akhirnya keterangan dapat dibagi
lagi atas beberapa macam keterangan, contoh keterangan waktu, keterangan
tempat, dll.
(b) Kalimat
dibagi atas subyek, predikat, dan keterangan; lalu keterangan dibagi lagi atas
obyek dan keterangan waktu, tempat, dll
(c) Kalimat
dibagi atas subyek, predikat, dan pelengkap, lalu pelengkap dibagi lagi atas
obyek dan keterangan, dan keterangan dibagi lagi atas keterangan waktu,
keterangan tempat
(d) Kalimat
dibagi atas subyek, predikat, obyek dan keterangan, sedang keterangan itu
sendiri dibagi lagi atas keterangan tempat, keterangan waktu
- Fungsi
sintaksis; hubungan di antaranya
Fungsi
sintaksis bersifat ‘’formil’’ juga dalam arti tambahan, yaitu bahwa fungsi pada
hakekatnya berhubungan dengan fungsi lain tanpa hubungan tersebut fungsi tidak
ada samasekali. Contoh subyek menyatakan adanya hubungan dengan predikat,
predikat menyatakan adanya hubungan subyek dll . jadi ‘’formil’’nya fungsi
sintaksis mencakup dua ciri : kekosongan dan ‘’relasionalitas’’.
- Fungsi
bawahan
Menurut
teori tertentu seluruh kalimat dibagi atas beberapa fungsi ‘’utama’’ dulu, baru
kemudian salah satu, atau lebih daripada satu, dibagi lagi atas beberapa fungsi
sebagai pembagian fungsionil ‘’lanjutan’’. Prinsip pembagian disini penting,
karena perlu tidaknya sering tergantung dari kalimat kongkrit manakah yang
harus dianalisa, contoh saya tidak dapat mengangkat meja berat itu lalu
pisahkan obyek. Di tempat obyek terdapat konstituen meja berat itu. Jelas
konstituen tersebut masih dapat dianalisa lebih lanjut, yaitu terdiri atas meja
berat dan itu dulu, lalu konstituen meja berat dapat dibagi lagi atas meja dan
berat.
- Fungsi
‘’inti’’ dan fungsi ‘’luar inti’’ (sampingan)
Dalam
ilmu linguistik diketahui kalimat tidak selamanya memuat fungsi yang ada.
Lazimnya subyek serta predikat dianggap merupakan fungsi ‘’inti’’. Memang
subyek dan predikat itu lebih inti sifatnya daripada fungsi lainnya secara agak
abstrak karena banyak contoh kaqlimat tanpa subyek, contoh kembali ! atau
menyeberang di sini !. bagaimana menentukan yang mana termasuk fungsi inti, dan
yang mana termasuk fungsi sampingan ? dapat ditentukan dalam kalimat kongkrit,
contoh saya tinggal di jakarta
konstituen di jakarta terdapat di
tempat keterangan, sehingga untuk menentukan keterangan itu sebagai fungsi
sampingan. Ada satu arti untuk dapat kita sebutkan fungsi predikat sebagai
fungsi inti : yakni predikat adalah ‘’pusat’’ struktur fungsionil.
Fungsi-fungsi adalah ‘’relasionil’’ yakni pada hakekatnya berhubungan dengan
fungsi lain.
- Fungsi
dan konstituen kalimat
Semua
konstituen sebagai pengisi kategorial fungsi dalam contoh-contoh di atas berupa
konstituen segmental. Tetapi ada yang tidak, karena ada konstituen kalimat yang
sama sekali tidak termasuk fungsi apapun; di pihak lain, ada fungsi yang tidak
segmental dengan batas segmen yang jelas. Yang tidak termasuk analisa
fungsionil adalah kata sambung seperti dan, walaupun, atau, dll. Tempat
gramatikalnya tidak dapat ditentukan secara fungsionil, paling sedikit tidak
dengan skema fungsional yang tradisionil. Hubungan fungsionil antara subyek dan
predikat dalam struktur-struktur semacam itu direalisasikan secara morfemis
belaka, dan hanya konsep fungsi disini yang termasuk sintaksis.
- Kategori
sintaksis; soal peristilahan; asal teori menegenai kategori
Dalam
tata bahasa tradisionil sepuluh kategori, atau kelas kata dibedakan sebagai
berikut ( lajur pertama dan ke empat memeberikan istilah indonesia,
masing-masing dalam bentuk kata benda dan dalam bentuk kata sifat, sedang lajur
kedua dan ketiga memberikan istilah inggris, masing-masing lagi dalam bentuk
kata benda dan dalam bentuk kata sifat:
Kata
benda
|
Noun1
Substantive1
|
Nominal2
Substantival2
|
Nominal2
Substantival2
|
Kata
ganti
|
pronoun
|
pronominal
|
pronominal
|
Kata
kerja
|
verb
|
Verbal3
|
verbal
|
Kata
sifat
|
adjective
|
adjectival
|
ajektival
|
Kata
bilangan
|
numera
|
________4
|
________4
|
Kata
sandang
|
article
|
articular
|
Artikular
|
Kata
keterangan
|
adverb
|
Adverbial
|
adverbial
|
Kata
depan
|
Preposition5
|
Prepositional5
|
Prepositional5
|
Kata
sambung
|
conjuntion
|
Conjuntional6
|
Konyungsional6
|
Kata
seru
|
interjection
|
interjectional
|
interyeksional
|
Beberapa
catatan terminologis :
a) Noun dan substantive dalam bahasa inggris dianggap
sinonim
b) Kata sifat yang
dipakai sehubungan dengan istilah noun dalam bahasa inggris biasanya
substantival, bukan istilah nominal, karena nominal itu depakai sebagai nama
suatu kategori ‘’atasan’’, meliputi kata sifat, kata ganti dan kata benda
c)
Istilah verbal dalam bahasa inggris
merupakan nama kategori atasan pula (dalam bentuk jamak saja; verbals)
d)
Dalam bahasa inggris kata numeral
dipakai dalam bentuk kata sifat
e)
Jangan sekali-kali mengacaukan istilah
preposition dengan proposition. Istilah proposition, bila diterapkan pada
bahasa, berarti kalimat dipandang bukan dari sudut gramatikal, melainkan dari
sudut ilmu logika.
f)
Istilah conjunctive dapat juga
menyatakan ciri khas sintaksis
- Kategori sintaksis; menuju teori umum
tentangnya; kategori bawahan dan atasan
Untuk
mencapai teori baru mengenai kategori sintaksis dapat terarahkan kepada
struktur logis kalimat; jadi kalimat
dipandang sebagai ;’’preposisi’’ lebih daripada sebagai kalimat; dalam banyak
hal kategori dicampur lagi dengan konsep fungsi. Disini menyusul beberapa
prinsip yang dapat menolong untk membentuk suatu teori yang lebih baik tentang
kategori sintaksis:
(a) Kategori
sintaksis dibagi atas tiga tataran : kategori atasan, kategori, dan kategori
bawahan.
(b) Kita
bahkan belum mulai mencapai suatu teori tentang kategori sintaksis secara lebih
umum untuk semua bahasa.
- Adakah hubungtan kategori sintaksis dan
semantik leksikal ?
Dalam
hal fungsi sintaksis sudah kita lihat bahwa tak ada isi semantisnya kecuali
‘’dari luar’’, yakni oleh oeran sintaksis. Salah satu klasifikasi leksikal yang
menonjol adalah pembagian atas unsur leksikal yang menunjukkan seseuatu dan
unsur leksikal yang tidak menun jukkan sesuatu. Tentu saja pembagian tersebut
adalah pembagian leksikal belaka, tidak menyangkut tatabahasa pada umunya, atau
sintaksis khususnya. Jenis arti leksikal pertama disebut arti ‘’referensial’’
dan jenis arti kedua disebut arti ‘’tak referensial’’.
- Peran
sintaksis; asal dan dasar teori tentang peran
Padea
garis besarnya kita dapat membedakan tiga periode dalam uraian teoritis
mengenai yang disebut disini sebagai ‘’peran’’ sintaksis: (a) tatabahasa
tradisionil; (b) aliran strukturalisme (c) aliran ‘’tata bahasa kasus’’
- Peran
sintaksis; soal peristilahan; beberapa contoh
Sehubungan
dengan peran-peran sintaksis kita memakai nama-nama seperti : pelaku, penerima,
tujuan. Istilah itu seharusnya dilengkapi dengan yang lain, seperti : tindakan,
pengalaman, keadaan. Akan tetapi sebenarnya istilah-istilah tersebut tidak
tepat . misalnya bila ditanya peran manakah
terdapat di tempat subyek dalam kalimat Ayah membaca buku, dam bila kita menjawab bahwa peran konstituen ayah yang terdapat di tempat subyek itu
adalah ‘’pelaku’’, yang kita sebutkan bukan semantis, melainkan seorang pelaku,
yaitu fakta di luar bahasa atau seperti lebih sering dipakai oleh ahli
linguistik, sesuatu yang ‘’ekstralinguistis’’; extralingual dan
extralinguistuic.
- Peran
sintaksis; peran atasan dan bawahan; perbandingan dengan fungsi
Kadang-kadang
ada alasan untuk mempersatukan beberapa peran dengan nama atasan. Mis. Bila ada
alasan untuk tidak membedakan antara peran beneaktif (Ibu membuatkan adik saya
baju baru), peran obyektif (saya membaca buku) dan peran lokatif
(pasukan-pasukan menduduki wilayah itu), bila ketiga peran itu terdapat di
tempat obyek (masing-masing konstituen adik
saya dan buku dan wilayah itu dapat disebut ‘’finitif’’);
suatu penyederhanaansemacam itu dapat berguna. Seperti halnya dengan fungsi,
peran-peran bersifat relasionil; agentif tidak berarti tanpa aktif, bila
atgentifnya terdapat di tempat subyek, atau tanpa pasif bila agentifnya
terdapat di tempat keterangan; sebaliknya aktif tidak berarti tanpa agentif,
pasif tidak berarti tanpa suatu ‘’finitif’’. Peran adalah pengisi anatara
fungsi dan peran.
BAB
VII
SINTAKSIS=BEBERAPA MASALAH TAMBAHAN
1. Beberapa
masalah lain dalam sintaksis
Dalam
bab ini kita pilih beberapa diantaranya, terutama yang berhubungan dengan :
a) Predikat
dan sifat-sifatnya dalam beberapa tipe bahasa.
b) Pertumpuhan
antara sintaksis dan morfologi.
c) Struktur
sintaksis yang melampaui batas kalimat tunggal.
2. Masalah
kata kopulatif
Dalam
bahasa-bahasa Indo-Eropa tentu saja kata kopulatif harus berupa verba, sebabnya
ialah bahwa pengisian kategori tempat predikat harus dengan kata kerja.
Pada
judul pasal ini sengaja dipakai “kata kopulatif” supaya jalannya terbuka juga
untuk suatu kata kopulatif yang tidak berupa verba.
3. Ketransitipan
Dalam
banyak bahasa kata kerja itu dibedakan atas yang transitif dan yang
intransitif. Istilah Inggris ialah transitive verbs dan intransitive verbs,
berasal dari kata latin transitivus dan intransitivus, dari kata benda
transitio ‘peralihan’. Artinya, sebuah kata kerja “beralih” pada obyeknya,atau
mempunyai kemungkinan dirangkaikan dengan sebuah obyek.
4. Persesuaian
dan penguasaan
Diantara
soal yang termasuk dalam motfologi maupun sintaksis masalah “ persesuaian”.
Contoh paradikma berfrase antara lain:
|
Tunggal
|
Jamak
|
Nominatif
|
Pater bonus
|
Patres boni
|
Genitif
|
Patris boni
|
Patrum
bonorum
|
Datif
|
Patri boni
|
Patribus
bonis
|
Akusatif
|
Patrem bonum
|
Patres bonos
|
Vocatif
|
Pater bone
|
Patres boni
|
Ablatif
|
Patre bono
|
Patribus
bonis
|
|
|
|
5. Frase
dan kata majemuk
Analisis frase pasti
termasuk bidang sintaksis karena menyangkut hubungan antar kata, meskipun dalam
konstituen terbatas. Hal itu menjadi relevan bila kita bicarakan tentang fungsi
bawahan dan tentang peran bawahan. Analisis frase juga termasuk morfologi,
karena morfem terikat dapat dirangkaikan dengan kokonstituen yang terdiri atas
dua kata atau lebih.
Di
seluruh frase sebelum pembedaan antara kata majemuk dan frase tidak ada soal
dengan kata majemuk asintaktis justru karena komponen-komponen mempunyai urutan
yang tidak mungkin secara sintaktis, tentu saja mudah dikenali sebagai kata
majemuk.
Dengan
petunjuk-petunjuk ini memang belum dapat kita pecahkan semua soal dalam hal
membedakan kata majemuk dan frase. Sering pula reduplikasi tidak selalu unik.
6. Masalah
derivasi morfemis
Derivasi
berbeda dari proses paradigmatis karena dalam perubahan paradigmatis identitas
kata dipertahankan, sedangkan dalam proses derivasi identitas kata diubah.
Misalnya bila dari kata berangkat kita derivasikan kata memberangkatkan, kita
pindah identitas kata (jika tidak, tak ada deriivasi), tetapi kita tidak pindah
kategori. Sebaliknya bila dari kata mengetahui kita derivasikan kata
pengetahuan, kita tidak hanya pindah identitas kata tetapi oindah kategori pula
dari kata kerja ke kata benda. Dalam frase jembatan penyeberangan dapat kita
uji arti konstituen penyeberangan dengan menjelaskan arti seluruh frase sebagai
“jembatan untuk menyeberang”. Tetapi penyeberangan dapat dihasikkan juga
sebagai derivasi dari kata kerja menyeberangi, dan tesnya ialah kalimat seperti
menyeberangi sungai ditempat ini cukup berbahaya sedangkan kalimat menyeberangi
semua penumpang makan waktu tiga jam membuktikan bahwa penyeberangan dapat
diderivasikan pula dari menyeberang.
7. Kalimat
majemuk
Disebut kalimat majemuk karena terdiri atas lebih dari
satu konstituen yang berupa kalimat sendiri. Padahal demi keteraturan
peristilahan lebih baik konstituen-konstituen tersebut jangan disebut “kalimat”
melainkan “klausa”. Suatu klausa berupa klausa bawahan atau klausa atasan
hubungan antara dua klausa atasan membentuk kalimat disebut “koordinatif” dan
hubungan antara klausa atasan dengan klausa bawahan yang tergantung dari
padanya disebut “subordinatif”.
8. Analisis
wacana
Analisis
wacana adalah analisis yang menentukan hubungan-hubungan yang terdapat antara kalimat-kalimat utuh dalam
suatu teks yang utuh.
Klausa
dalam kalimat majemuk dan kalimat dalam suatu teks tidak selalu mudah
dibedakan. Pertama-tama pada masalah peranan interpungfi. Misalnya kedua ujaran
Ali kalah dalam pertandingan. Tetapi ia tidak mau mengakuinya. Memberi kesan
bahwa ujaran tersebut terdiri atas dua kalimat tunggal. Tetapi bagaimana bila
ditulis begini : Ali kalah dalam pertandingan, tetapi ia tidak mau mengakuinya?
Tentu saja kita tidak boleh mendasarkan penafsitan atas bentuk ortografi
ujaran-ujaran tersebut.
BAB
VIII
BEBERAPA TEKNIK ANALISIS SISTEMATIS
1. Mengapa
Bab ini?
Semuatataran sistemik bahasa, yakni fonetik,
fonologi, morfologi, dan sintaksis, sudah di uraikan prinsip-prinsip dan
cara-cara menganalisisnya. Dalam uraian-uraian terdahulu sudah jelas bahwa ada
beberapa gejala yang terdapar pada masing-masing tataran tersebut, misilnya
variasi alofonemis dan variasi alomorfemis jelas ada ciri-cirinya yang mirip.
2. Sistem
dan struktur; asal dari pembedaan tersebut.
Dalam bukunya
cours de linguistique gegerale Ferdinand de sausure membedakan dua jenis hubungan yang terdapat antara satuan-satuan
tertentu bahasa, yaitu:
a. Hubungan
sintagmatis
b. Hubungan
asosiatif
Misalnya dalam kalimat rencana itu gagal
ada 15 fonem yang berkait-kaitan dengan cara tertentu;ada tiga kata, dengan
hubungan-hubungan di antaranya yang tertentu pula ;ada dua fungsi
atasan(masing-masing subyek dan predikat).
Dalam buku-buku linguistik biasanya apa
yang kita sebut “sistematik” disebut structure, misalnya the structure of
engglish, atau thestructure of indonesia. Tetapi hal ini kurang konsekwen,
karena lalu istilah structure itu menyatakan baik “struktur” dalam arti
terbatas yang mengecualikan “sistem”, maupun keseluruhan struktur dan sistem
3. Sistem
dan struktur; peranannya dalam analisis linguistik
Struktur
ialah susunan bagian-bagian dalam dimensi linear, setiap kalimatdapay
dibagi-bagi atas bagian-bagian tertentu secara fonemis, morfemis, dan
sintaktis. Bagian itu disebut konstituen. Tiap-tiap konstituen dapat diasosiasikan
dengan bentuk bahasa yang lain, satu fonem dengan fonem yang lain, satu morfem
dengan morfem yang lain. Hubungan asosiatif dari kata disebut sistem.
4. Sistem
struktur dan distribusi
Istilah
“distribusi”menjadi istilah pokok analisa linguistis, kemudian konsep
distribusi dapat dibedakan menjadi dua yakni:
a. Ditribusi
salah satu konstituan kalimat untuk menunjukkan hubungan-hubungan konstituen
tersebut dengan konstituen lain dalam kalimat.
b. Pada
umumnya yang dimaksutkan dengan “distribusi” ialah kemungkinan penggantian
konstituen tertentu dalam kalimat tertentu dengan konstituen yang lain.
5. Beberapa
jenis struktur
a. Susunan
fonetis
b. Susunan
alofonemis
c. Susunan
fonemis
d. Susunan
alomorfonemis
e. Susunan
morfemis
f. Susunan
sintaksis
6. Beberapa
jenis sistem
Karena sistem itu
berdasarkan kemungkinan penggantian atau substitusi dapat dibedakan sebagai
berikut :
a. Substitusi
fonemis
Substitusi fonemis sudah kita ketahui sebagai “perbedaan
minimal” dalam “pasangan minimal”.
b. Substitusi
morfemis
Dalam substitusi morfemis termasuk variasi berparadigma
maupun variasi berderivasi.
c. Substitusi
sintaksis
Yang
tidak dapat diganti ialah unsur-unsur yang tidak mengubah fungsi, peranan, atau
kategori yang sama. Substitusi kata dan substitusi frase sebagai berikut
i.
Substitusi kata hanya mungkin dalam
kategoriyang sama, yaitusuatu kata benda dapat diganti oleh kata benda lain,
kata sifat oleh kata sifat lain.
ii.
Kemungkinan substitusi frase merupakan
persoalan khusus. Apakah kata ayah dapat diganti oleh frase ayah saya? Jelas
bisa saja. Substitusi frase
ayah saya dengan frase ayah kamu jelas bisa juga. Sebaliknya substitusi kata
ayah oleh frase oleh ayah tidak mungkin atau substitusi frase dengan ayah tidak
dapat dengan frase ayah saya.
7. Frase
endosentris dan frase eksosentris
Frase
endosentris ialah frase yang berdistribusi peralel dengan pusatnya. sedangkan
frase eksosentris ialah frase yang berdistribusi komplementer dengan pusatnya.
8. Peranan
kata dalam analisis sistematis
Kita
sudah tahu bahwa kata sebabgai unsur leksikal merupakan dasar untuk tiga jenis
pembeda yang penting dalam keseluruhan sistematik bahasa yaitu
a. Antara
tata bahasa dengan leksikol
b. Antara
bahasa dengan fonologi
c.
Didalam
tata bahasa itu sendiri, antara morfologi dan sintaksis
Kata dapat dipandang dan dianalisa dari berbagai sudut :
a. Secara
fonetis
b. Secara
fonemis
c. Secara
morfemis
d. Secara
sintaksis
e. Secara
leksikal
f. Secara
leksikografis
9.
Analisa
sistematis dan masalah konstituen “nol”
Morfem{0} sebagai morfem “nol” memang tidak dapat kita pastikan secara empiris
dengan cara lamgsung, karena konstituen “nol” tidak menampakkan secara
langsung. Namun apabila dianalisa seluruh paradigma dari kata kerja menyebut,
maka ada alasan untuk mengandaikan morfem {0} didepan bentuk –sebut, hasilnya
bentuk imperatif sebut! Karena dari kata kerja transitif
ditafsirkan sebagai bentuk pasif.
10. Analisa
pembagian langsung
Segmentasi itu dapat dilakukan secara fonemis,
morfemis,dan sintaktis. Segmentasi tidak begitu berarti dan tidak memberi
pengertian mngenai struktur kalimat, kata, bahkan struktur fonemis tetapi
sangat bermanfaat untuk pemula. Salah satu contohnya sebagai berikut :
Saya mau pergi ke Surabaya besok pagi
Saya mau pergi ke Surabaya besok
pagi
Mau pergi ke Surabaya besok pagi
Mau pergi ke Surabaya besok
pagi
Ke Surabaya besok pagi
Apabila analisa begitu lemah, apa manfaatnya? Pasti
ada manfaatnya untuk latihan dan untuk memahami soal yang ada.
11. Analisa rangkaian unsur dan analisa proses unsur
Analisa rangkaian unsur dan analisa proses unsur, bidang
penerapannya bukan pada sintaksis tetapi morfologi. Analisis prores unsur
adalah analisa yang memandang
bentuk-bentuk morfemis sebagai hasil dari suatu proses. Sedangkan
analisa rangkaian unsur tidak mengandung ide “proses”.
12. Analisa
transformasional
Analisa
transformasional bukan teknik melainkan teori yang menyeluruh disebut juga
generative grammar. Tatanan bahasa transformasi itu mengandung perluasan
tatanan bahasa.
BAB
IX
SEMANTIK
1. Mengapa
semantik sesudah uraian tentang teknik analisis sistematis
Sebuah
masalah lain yang dibicarakan secara terpecah-pecah adalah masalah semantik.
Semantik berarti teori makna, semantik dengan semantis sebagai kata sifatnya.
2. Semantik
leksikal dan semantik gramatikal
Fonologi
tidak bersifat semantis gramatikal dan leksikal. Memang peranan fonem ialah
membedakan makna. Disamping semantik gramatikal dan leksikal masih harus kita
bedakan “semantik kalimat” dan “semantik maksud”.
3. Samantik
kalimat
Semantik
kalimat ialahsemua yang termasuk semantik tapi tidak termasuk gramatikal atau
leksikal.
4. Makna
dan informasi
Makna
kalimat ialah semantik kalimat atau bagian kalimat dan memberikan informasi
tertentu.
5. Semantik
leksikal
Setiap
leksem atau unsur leksikal memiliki arti atau makna tertentu, bila diuraikan
untuk setiap kata dan hal itu merupakan tugas bagi seorang ahli leksikologi dan
leksikografi.
6. Makna
leksikal dan penerapannya
Yang
diuraikan tadi dapat juga dirumuskan begini: dalam kata meja, arti ‘meja’ yang
diartikan oleh deretan bunyi m-e-j-a, diterapkan pada referennya, yaitu pada
perabot tadi. Memang mebel meja itu, yang ditandai oleh kata meja tadi, sesuai
dengan kata itu: referennya cocok dengan makna kata yang dipakai. Makna leksikal
tidak dapat diubah secara sinkronis, tapi secara diakronis bisa berubah.
7. Makna
dan maksud
Tadi
kita bedakan makna dengan informasi yang menyangkut suatu yang luar ujaran.
Disamping informasi sebagai luar ujaran ada sesuatu yang luar ujaran pula, yaitu
kita sebut makna. Sedangkan informasi adalah suatu yang diluar ujaran di pihak
obyektif kenyataan yang dibicarakan, namun maksud itu adalah sesuatu luar
ujaran dipihak maksud dari si pengujar.
8. Semantik
maksud
Saya
berbicara kepada seorang dan saya menggodanya. Maksud kalimat ini hanya
menggoda saja. Semantik maksud harus menyangkut bahasa. Kadang-kadang sulit
dibedakan maksud linggual dan ekstrakinggualkhususnya dalam hal nada suara.
9. Makna,
informasi, dan maksud
Maksud
menyangkut segi subyektif, makna menyangkut segi linggual, informasi menyangkut
segi obyektif.
10. Sinonimi
Sinonimi
berasal dari bahasa Yunani kuno onoma ‘nama’ dan kata syn ‘dengan’ jadi arti
harfiahnya ‘nama lain untuk untuk benda sama’. Sinonimi ialah ungkapan yang
kurang lebih sama maknanya dengan suatu ungkapan yang lain.
11. Antonimi
Antonimi
atau keantonimian berasal dari yunani
kuno onoma ‘nama’ dan anti ‘melawan’. Jadi arti harfiahnya nama untuk benda
lain pula. Antonim ialah ungkapan yang dianggap bermakna kebalikan dari
ungkapan lain.
12. Homonimi
homonimi
atau keantonimian berasal dari yunani
kuno onoma ‘nama’ dan homos ‘sama’. Arti harfiahnya nama sama untuk benda lain. Homonimi ialah
ungkapan atau frase yang bentuknya sama dengan ungkapan lain tetapi dengan
perbedaan makna diantara dua ungkapan tersebut.
13. Hiponimi
Hiponimi atau keantonimian berasal dari yunani kuno onoma ‘nama’ dan hypo ‘dibawah’.
Arti harfiahnya ‘nama dibawah nama lain’. Hiponimi ialah ungkapan yang maknanya
dianggap merupakan bagian makna lain.
14. Redundansi
Redundansi
sering dipakai linguistik modern untuk menyatakan bahwa konstituen dalam
kalimat tidak perlu dipandang dari sudut semantik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar